HALOPOS.ID – Rupiah pada Selasa lalu berakhir melemah 0,16% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.580/US$. Dengan pelemahan tersebut, rupiah mengakhiri penguatan dalam 4 hari beruntun.
Pada perdagangan hari ini, Kamis (2/6/2022) rupiah berisiko melemah kembali ke atas Rp 14.600/US$, melihat indeks dolar AS yang perlahan mulai menguat lagi. Pada perdagangan Rabu, indeks yang mengukur kekuatan dolar AS ini naik 0,78%, setelah naik tipis 0,08% hari sebelumnya.
Sementara itu dari dalam negeri, rilis data aktivitas sektor manufaktur Indonesia bulan Mei bisa mempengaruhi pergerakan rupiah. Sebelumnya di bulan April, aktivitas sektor manufaktur yang dilihat dari purchasing managers’ index (PMI) mengalami kenaikan menjadi 51,9 dari bulan sebelumnya 51,3.
Jika kembali menunjukkan kenaikan, tentunya hal tersebut akan memberikan sentimen positif ke rupiah.
Kemudian yang kedua rilis data inflasi. Secara month to month (mtm), inflasi Mei diperkirakan 0,41%.
Namun, inflasi secara tahunan (year on year/yoy) diperkirakan 3,55% (yoy), berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 institusi.
Level tersebut akan menjadi yang tertinggi sejak Januari 2017 atau dalam lima tahun terakhir di mana pada saat itu inflasi tercatat 3,61%.
Meski masih menanjak tetapi jika dilihat pertumbuhan month-to-month melandai dari sebelumnya 0,95%.
Tanda-tanda inflasi yang melandai juga bisa memberikan sentimen positif ke pasar finansial. Sebab, tekanan bagi Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga menjadi lebih kecil. Dengan suku bunga acuan ditahan di rekor terendah 3,5%, tentunya akan membantu pertumbuhan ekonomi.
BI sendiri optimis inflasi di tahun ini masih akan terkendali, meski akan sedikit di atas 4%, dan di tahun depan akan kembali ke bawahnya.
Secara teknikal rupiah memang tertekan di bulan Mei tetapi kinerjanya membaik setelah 19 Mei lalu menyentuh resisten kuat di kisaran Rp 14.730/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 61,8%.
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari level terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian bergerak turun dan mulai mendekati wilayah oversold.
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Indikator Stochastic yang mendekati wilayah oversold membuat tenaga rupiah untuk menguat menjadi berkurang.
Kemudian, rupiah pada perdagangan Senin (30/5/2022) membentuk pola White Marubozu yang merupakan sinyal nilai suatu aset akan bergerak naik. Dalam hal ini, rupiah disimbolkan dengan USD/IDR, ketika bergerak naik maka dolar AS yang menguat dan rupiah melemah.
Secara psikologis, White Marubozu menunjukkan aksi beli mendominasi pasar.
Resisten terdekat kini berada di kisaran Rp 14.600/US$. Jika dilewati, rupiah berisiko melemah dan menguji Rp 14.620/US$ hingga Rp 14.630/US$.
Di sisi lain, pada grafik 1 jam yang digunakan untuk memprediksi pergerakan harian, bergerak naik dan sudah masuk ke wilayah overbought, sehingga memberikan peluang menguat hari ini.
Support terdekat berada di kisaran Rp 14.550/US$. Rupiah berpeluang menguat ke kisaran Rp 14.500/US$ hingga Rp 14.590/US$ jika mampu menembus konsisten level tersebut. (**)
Editor : Herwan