Syarat Leasing Bisa Sita Barang Tanpa Pengadilan

JAKARTA – Sebelum dilakukan penyitaan barang kredit dari debitur atau jaminan fidusia tanpa melalui proses pengadilan, Perusahaan Pembiayaan atau leasing harus terlebih dahulu memenuhi persyaratan agar proses penyitaan dapat dilakukan.

Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 2/PUU-XIX/2021 bahwa perusahaan pembiayaan dapat menyita barang kredit dari debitur atau jaminan fidusia tanpa melalui proses pengadilan. Akan tetapi menurutnya, Perusahaan Pembiayaan tidak dapat semeta-meta melakukan penyitaan kendaraan tanpa adanya pengakuan wanprestasi dari debitur itu sendiri.

Hal ini merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2/PUU-XIX/2021. Tepatnya, pada halaman 83 paragraf 3.14.3 dimana syarat agar perusahaan pembiayaan dapat menyita sertifikat jaminan fidusia tanpa putusan Pengadilan negeri adalah debitur harus mengakui terlebih dahulu bahwa ada wanprestasi dengan begitu kreditur bisa melakukan penyitaan langsung.

“Jika debitur mengakui wanprestasi, maka kreditur dapat mengeksekusi tanpa putusan PN. Jadi syaratnya pengakuan dan sukarela debitur dulu,” terang Feri, Selasa (7/9/2021).

Tetapi, Jika Debitur tak mengakui ada wanprestasi maka perusahaan pembiayaan melakukan penyitaaan harus melalui putusan Pengadilan negeri, setelah Pengadilan memutuskan bahwa ada wanprestasi maka leasing baru dapat mengeksekusi barang jaminan fidusia tersebut.

“Jika kreditur tidak merasa nyaman karena tidak ada pengakuan (wanprestasi), padahal menurut kreditur sudah wanprestasi, maka untuk eksekusi harus putusan PN,” jelas Feri.

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi mengatakan pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui putusan PN hanya sebagai alternatif atau bukan kewajiban. Hal ini berarti eksekusi bisa dilakukan tanpa pengadilan.

“Putusan MK terbaru ini akhirnya mempertegas bahwa proses untuk mendapatkan putusan pengadilan bukanlah wajib, akan tetapi merupakan alternatif,” tutur Suwandi.

Mengutip putusan MK, pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia dapat dilakukan melalui pengadilan dan secara sukarela. Apabila tidak ada kesepakatan antara kreditur dan debitur, maka bisa dilakukan lewat PN.

“Pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui pengadilan negeri sesungguhnya hanyalah sebagai sebuah alternatif,” tulis MK dalam putusan tersebut.

Sementara, bagi debitur yang mengakui ada wanprestasi, maka ia bisa menyerahkan sendiri objek jaminan fidusia kepada kreditur. Selain itu, eksekusi juga bisa dilakukan langsung oleh kreditur jika debitur mengakui ada wanprestasi.

“Terhadap debitur yang telah mengakui ada wanprestasi dan secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia, maka eksekusi jaminan fidusia dapat dilakukan oleh kreditur atau bahkan debitur itu sendiri,” jelas MK.

Editor: Suryadinata.