HALOPOS.ID\SIDOARJO – Kisruh Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di sejumlah SD Negeri Sidoarjo belum juga menemukan jalan keluar yang adil. Alih-alih menuntaskan masalah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendikbud) Sidoarjo justru menuai kritik keras karena solusi yang diambil dinilai tak berpihak pada anak.
Pengamat pendidikan Nadia Bafaqih menegaskan bahwa pemindahan siswa ke sekolah lain hanya menutupi kegagalan sistem. Menurutnya, pemerintah daerah harus berani mengakui keteledoran sekaligus meminta maaf terbuka kepada publik.
“Jangan seolah-olah masalah selesai karena siswa sudah dipindahkan. Ini bukan sekadar salah teknis, tapi keteledoran sistem. Anak-anak jangan jadi korban ” tegas Nadia, saat dihubungi melalui WhatsApp ,Jumat (22/8/2025).
Nadia menilai, keputusan memindahkan siswa tanpa mendengar suara mereka sama saja merampas hak anak. Ia menegaskan pendidikan bukan urusan administrasi belaka, melainkan hak dasar yang wajib dijamin negara.
“Anak-anak harus ditanya, nyaman sekolah di mana. Jangan diperlakukan seperti barang yang bisa dipindah seenaknya. Kalau salah urus dari awal, dampaknya bisa panjang secara psikologis,” kritiknya.
Kasus kelebihan siswa mencuat di SDN Candi Pari 2 Porong yang menerima 42 murid baru, padahal kuota hanya 32 siswa. Sebanyak 14 siswa akhirnya dipindah ke sekolah lain. Masalah serupa juga terjadi di SDN Kesambi.
Bagi Nadia, akar masalah sesungguhnya bukan sekadar teknis penerimaan, melainkan minimnya sekolah negeri di Sidoarjo. Padahal, APBD daerah mencapai Rp 5 triliun.
“Dengan anggaran sebesar itu, seharusnya Pemkab Sidoarjo berani investasi pendidikan, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Bandingkan dengan Surabaya, Malang, atau Gresik, jumlah sekolah negeri kita sangat jauh tertinggal,” sindirnya.
Selain masalah fasilitas, aspek psikologis siswa juga jadi sorotan. Pemindahan mendadak tanpa kesiapan mental berpotensi menimbulkan trauma.
“Jangan hanya karena sistem amburadul, lalu anak-anak yang menanggung beban. Pendidikan itu membentuk manusia, bukan sekadar mengisi kuota. Kalau manajemen tetap rapuh, tiap tahun akan ada korban baru,” pungkas Nadia.