Kades-Kades di Sidoarjo Terjerat OTT, PWDPI : Bongkar Dugaan Aktor Besar di Balik Layar

Konfrensi Pers Kades-Kades di Sidoarjo Terjerat OTT
Konfrensi Pers Kades-Kades di Sidoarjo Terjerat OTT

HALOPOS.ID\SIDOARJO– Tiga orang berlatar belakang kepala desa di Sidoarjo kini harus berurusan dengan aparat penegak hukum. Dua di antaranya masih aktif menjabat, sementara satu lainnya merupakan mantan kepala desa. Mereka terjaring operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan jual-beli jabatan dalam rekrutmen perangkat desa.

Ketiganya adalah MAS (40), Kepala Desa Sudimoro; S (54), Kepala Desa Medalem; dan SY (55), mantan Kepala Desa Banjarsari, Buduran. Penangkapan dilakukan oleh Unit Tipidkor Satreskrim Polresta Sidoarjo, dan diumumkan dalam konferensi pers pada Senin (23/6/2025).

Kapolresta Sidoarjo Kombes Pol Christian Tobing menyebut, OTT dilakukan setelah polisi memperoleh informasi adanya praktik suap dalam proses seleksi perangkat desa. “Mereka diamankan karena diduga menerima sejumlah uang agar peserta tertentu bisa lolos dalam seleksi,” ujarnya.

Tak tanggung-tanggung, barang bukti yang disita mencapai Rp1.099.830.000 dalam bentuk uang tunai dan rekening,Ketiganya kini dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan b dan/atau Pasal 12B ayat (1) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.

Di tengah pemaparan polisi, muncul sorotan dari kalangan masyarakat sipil, terutama dari kalangan pers. Ketua DPC Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) Kabupaten Sidoarjo, Agus Subakti, ST, mempertanyakan keterbukaan informasi dalam kasus ini.

Menurut Agus, ada dugaan kejanggalan dalam status tersangka SY, yang bukan lagi menjabat sebagai kepala desa. “Kalau dia tidak menjabat, lalu atas dasar apa dia bisa menjanjikan kelulusan perangkat desa? Kalau dia punya koneksi ke orang dalam, siapa orang itu? Kenapa tidak dijelaskan?” kritiknya.

PWDPI menilai bahwa informasi dalam konferensi pers diduga masih menyisakan ruang gelap. “Publik perlu tahu siapa pihak yang benar-benar punya kuasa mengatur kelulusan. Kalau hanya berhenti di level mantan kades, kasus ini belum tuntas,” imbuh Agus.

Sorotan tajam juga datang dari Ketua Tim Hukum DPC PWDPI, Supono, SH, MH. Ia menilai, penting untuk memperjelas status kewenangan tersangka SY, mengingat OTT dalam konteks korupsi menuntut adanya unsur jabatan atau kekuasaan publik.

“Kalau dia bukan lagi pejabat publik, maka harus dibuktikan bahwa perbuatannya tetap berhubungan dengan kewenangan atau pengaruhnya terhadap pengambilan keputusan,” terang Supono.

Ia mengingatkan bahwa OTT bukan sekadar penangkapan saat transaksi, tapi juga harus mengandung unsur penyalahgunaan jabatan. Jika tidak ada kekuasaan atau otoritas yang dimiliki pelaku, maka unsur formil dalam perkara korupsi bisa dipersoalkan.

“Jangan sampai kasus ini berhenti pada ‘kaki tangan’. Polisi dan jaksa harus berani membuka siapa ‘dalangnya’, siapa yang punya kuasa menentukan siapa lolos dan siapa tidak,” tegas Supono.

PWDPI juga menegaskan, kasus ini bisa jadi pintu masuk untuk membongkar praktik mafia jabatan yang diduga sudah menjadi rahasia umum di sejumlah desa. “Kami mendesak penyidik untuk tidak hanya fokus pada pelaku lapangan, tapi juga mengejar aktor intelektualnya,” tegasnya.

Seleksi perangkat desa dalam beberapa tahun terakhir memang kerap menjadi sorotan. Tak sedikit laporan yang menyebut adanya transaksi uang pelicin agar peserta bisa lolos ujian, mulai dari jabatan kepala dusun, sekretaris desa, hingga kaur keuangan.

“Kalau tidak dibongkar tuntas, ini bisa merusak sistem birokrasi desa dan merugikan masyarakat. Bayangkan, orang yang jadi perangkat bukan karena kompetensi, tapi karena bayar. Bagaimana mereka bisa melayani warga dengan baik?” kata Agus Subakti.

PWDPI menyebut, pengawasan terhadap proses rekrutmen perangkat desa ke depan harus lebih ketat, transparan, dan melibatkan banyak pihak, termasuk media dan lembaga masyarakat.

Sementara itu, kapolresta Sidoarjo menyatakan masih terus mendalami keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. Kombes.Pol. Christian Tobing mengatakan, dalam proses penyidikan tak menutup kemungkinan ada tersangka baru.

“Kami masih menelusuri aliran dana dan jaringan komunikasi dari para tersangka. Jika ditemukan keterlibatan pihak lain, tentu akan kami tindak,” ujarnya.

Polisi juga mengimbau masyarakat untuk melapor jika mengetahui adanya praktik jual beli jabatan dalam seleksi perangkat desa. “Dukungan masyarakat sangat penting agar praktik korupsi bisa diberantas sampai ke akar,” tegasnya. (S7)

Penulis: Sapto JumadiEditor: Herwanto