Hilirisasi Batu Bara Jadi DME di Indonesia

Presiden Joko Widodo menyampaikan pentingnya hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) karena akan bisa menekan impor elpiji. 
Presiden Joko Widodo menyampaikan pentingnya hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) karena akan bisa menekan impor elpiji. 

HALOPOS.ID|MUARA ENIM – Groundbreaking proyek hilirisasi batubara menjadi Dimetil Eter (DME) pertama di Indonesia resmi dimulai kawasan industri Tanjung Enim Kabupaten Muara Enim, Sumsel. Groundbreaking tersebut dilakukan langsung Presiden RI Joko Widodo, pada Senin (24/1/2022). 

Dalam sambutannya Presiden Joko Widodo menyampaikan pentingnya hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) karena akan bisa menekan impor elpiji.

“Impor kita elpiji itu besar banget, mungkin Rp80-an triliun dari kebutuhan Rp100-an triliun. Impornya Rp80-an triliun. Itu pun juga harus disubsidi untuk sampai ke masyarakat karena harganya juga sudah sangat tinggi sekali. Subsidinya antara Rp60 sampai Rp70 triliun,” ujar Presiden dalam sambutannya.

“Pertanyaan saya apakah ini mau kita teruskan? Impor terus? Yang untung negara lain, yang terbuka lapangan pekerjaan juga di negara lain, padahal kita memiliki bahan bakunya, kita memiliki raw materialnya yaitu batu bara yang diubah menjadi DME. Hampir mirip dengan elpiji,” lanjutnya.

Jokowi mengatakan proyek hilirisasi ini sendiri merupakan kerja sama antara PT Bukit Asam, PT Pertamina, dan investor asal Amerika Serikat, Air Products. Presiden meyakini, jika proyek ini telah berproduksi, maka berpotensi mengurangi subsidi APBN hingga kurang lebih Rp70 triliun.

“Kalau semua elpiji nanti distop dan semuanya pindah ke DME, duit yang besar sekali, Rp60-70 triliun itu akan bisa dikurangi subsidinya dari APBN. Ini yang terus kita kejar, selain kita bisa memperbaiki neraca perdagangan kita karena nggak impor, kita bisa memperbaiki neraca transaksi berjalan kita karena kita nggak impor,” paparnya.

Lebih lanjut, Jokowi menyebut bahwa perintah untuk hilirisasi dan menghentikan impor ini sudah ia sampaikan sejak enam tahun yang lalu.

“Memang duduk di zona nyaman itu paling enak, sudah rutinitas terus impor, impor, impor, impor, nggak berpikir bahwa negara itu dirugikan, rakyat dirugikan karena nggak terbuka lapangan pekerjaan,” lanjutnya.

Sebagai contoh, Presiden menyebut bahwa proyek hilirisasi batu bara menjadi DME ini akan membuka sekitar 11-12 ribu lapangan pekerjaan. Jika ada lima investasi yang serupa, lanjut Presiden, maka berpotensi menciptakan sekitar 70 ribu lapangan pekerjaan secara langsung.

“Kalau ada lima investasi seperti yang ada di hadapan kita ini 70 ribu lapangan pekerjaan akan tercipta, itu yang langsung. Yang tidak langsung biasanya dua sampai tiga kali lipat,” tambahnya.

Untuk itu, Presiden telah mengumpulkan jajarannya yang berkaitan untuk memastikan agar proyek hilirisasi ini bisa selesai dalam jangka waktu 30 bulan. Presiden juga berharap bahwa proyek hilirisasi serupa bisa dilakukan juga di tempat lain karena Indonesia memiliki deposit batu bara yang lebih dari cukup.

“Jangan ada mundur-mundur lagi, dan kita harapkan nanti setelah di sini selesai, dimulai lagi di tempat lain. Karena ini hanya bisa menyuplai Sumsel dan sekitarnya, kurang lebih 6 jutaan KK. Karena kita memiliki deposit batu bara yang jauh dari cukup kalau hanya untuk urusan DME ini, sangat kecil,” tandasnya.

Sementara itu, Direktur Pengembangan Usaha PT Bukit Asam, Rafli Yandra, mengatakan bahwa proyek ini bernilai sebesar USD2,1 juta atau setara dengan Rp30 trilliun. Menurutnya, proyek ini akan mengubah 6 juta ton batu bara menjadi 1,4 juta ton DME setiap tahunnya.

“Kami berharap dengan dukungan Bapak Presiden beserta dengan kementerian dan lembaga yang terkait, pembangunan pabrik DME ini akan berjalan dengan lancar,” ujarnya.

Sebelumnya Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) H. Herman Deru terus konsisten dan satu presepsi dengan jajaran PT Bukit Asam Tbk (PTBA) dan PT Pertamina untuk segera merealisasikan proyek hilirisasi batu bara Coal to DME yang berada di Tanjung Enim  Sumsel.

Sebagai salah satu proyek strategis nasional, Dimethyl Ether (DME) ini menurutnya akan menjadi salah satu energi alternatif sebagai subsitusi untuk menekan impor Liquefied Petroleum Gas (LPG).

“Sebagai salah satu daerah yang mempunyai potensi batu bara yang besar, disini kami bersama yang lainnya akan satu presepsi tentunya untuk membuat proyek ini akan secepatnya bisa dirasakan masyarakat,” ungkap Herman Deru.

Herman Deru mengungkapkan, Tanjung Enim merupakan salah satu kawasan ekonomi khusus oleh karena itu sebagai Kepala Daerah dirinya merasa bangga bahwa Sumsel bisa berkontribusi untuk proyek tersebut.

“Daerah Tanjung Enim ini juga salah satu kawasan ekonomi khusus, sebagai kepala daerah saya sangat senang proyek ini berjalan di sini.  Artinya ada kontribusi Sumsel didalamnya,” katanya.

Menurutnya, proyek tersebut sangat tepat dilakukan untuk bisa mengurangi impor elpiji yang ada di Indonesia.

“Hal ini memang sangat tepat untuk mengurangi ketergantungan impor gas elpiji, memang seharusnya ini cepat kita realisasikan sehingga nantinya masyarakat tidak akan lagi mengalami kelangkaan gas elpiji,” tambahnya. (ZR)

Editor : Herwan.