HALOPOS.ID|ACEH TENGGARA – Tim kuasa hukum Kepala Desa (Kades) Lembah Haji, Kecamatan Bambel, Kabupaten Aceh Tenggara, menjumpai kliennya di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kutacane.
Usai menjumpai kliennya, tim pengacara yang dikomandoi oleh Chairul Sahbana Tarigan, S.E., S.H., M.H., yang juga menjabat sebagai Penasehat DPC APDESI Aceh Tenggara, langsung menuju ke Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, Rabu 12 November 2025.
Diketahui tim kuasa hukum Kepala Desa Lembah Haji, terdiri dari lima advokat dari Saviro Law Firm, yakni Roni Paska, S.H., Arabi Fahmi, S.H., Habibullah, S.H., dan Amirul Husni, S.H.
“Kami sudah bergerak mempelajari perkara ini secara mendetail untuk menyikapi kasus ini demi kepentingan klien kami,” ujar Chairul Sahbana Tarigan, kepada Halopos.id Kamis 13 November 2025.
Salah satu anggota tim hukum, Roni Paska, S.H., menilai bahwa penetapan status tersangka terhadap Kepala Desa Lembah Haji HMD diduga dilakukan secara tergesa-gesa.
“Klien kami pada Kamis, 9 Oktober 2025, hadir sebagai saksi pukul 15.00 WIB dan dimintai keterangan hingga pukul 19.00 WIB. Namun sekitar pukul 20.00 WIB, langsung ditetapkan sebagai tersangka, hal tersebut terkesan dipaksakan,”sebut Roni.
Roni menambahkan, meski penyidik memiliki kewenangan menetapkan tersangka, kewenangan tersebut harus dijalankan sesuai aturan hukum untuk mencegah penyalahgunaan.
“Kami akan mempelajari secara teliti apakah tindakan penyidik Kejari Aceh Tenggara sah atau tidak. Jika tidak, tentu kami akan melakukan upaya hukum demi kepentingan klien kami,” tegasnya.
Sebelumnya dari hasil Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (LHP-KKN) dari Inspektorat Aceh Tenggara Nomor 700/225/LHP-KKN/IK2025, yang menyebut adanya kerugian negara sebesar Rp476.693.348 akibat perbuatan tersangka.
Menanggapi hal tersebut Amirul Husni, S.H, menurutnya, laporan tersebut masih bisa disanggah dan tidak dapat dijadikan alat bukti final.
“Berdasarkan SEMA No.2 Tahun 2024 dan putusan Mahkamah Konstitusi, lembaga yang berwenang menetapkan kerugian keuangan negara secara final dalam perkara pidana hanyalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau hakim di persidangan, sebutnya.
Amirul menambahkan Inspektorat tidak berwenang menetapkan kerugian negara secara final dan mengikat.
“Tudingan kerugian tersebut dinilai berlebihan,” timpal Habibullah, S.H., yang menilai angka kerugian sebesar Rp572 juta yang disangkakan kepada kliennya tidak berdasar.
“Berdasarkan keterangan dari klien kami, seluruh program dana desa tahun 2022 dan 2023 telah dijalankan dan direalisasikan dengan baik,”ujar timpal Habibullah, S.H.,
Permasalahan kata Habibullah, muncul karena perangkat desa yang diberi tanggungjawab tidak menandatangani SPJ, sehingga dianggap sebagai kerugian negara oleh Inspektorat,” katanya.
Habibullah juga menegaskan bahwa pihaknya akan meminta penyidik untuk memanggil para perangkat desa yang turut menerima dana desa tersebut.
“Jika hukum ditegakkan, seharusnya para oknum yang turut menerima uang juga dijerat pasal 55 KUHP. Kami sudah mengumpulkan bukti-bukti terkait setoran kepada semua pihak yang menikmati dana desa tersebut,” tutupnya.
Sementara itu Sekretaris DPC APDESI Aceh Tenggara Supardi, menyampaikan keprihatinan atas kasus yang menimpa salah satu kepala desa di wilayahnya.
Supardi menyebutkan penggunaan dana desa seharusnya bersifat pembinaan, bukan pembinasaan.
“Ini bukan tontonan yang menarik bagi kami para kepala desa yang bernaung di APDESI,” sebutnya.
Ia juga meminta Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara agar turut memanggil pihak Camat Bambel dan instansi pemerintah daerah terkait.
“Kasus ini menunjukkan adanya kelalaian dalam pembinaan dan pengawasan terhadap perangkat desa,”sebut Supardi.
Supardi juga berharap penegakan hukum dilakukan secara objektif dan tanpa tebang pilih,” tutupnya.
















