HALOPOS.ID|SIDOARJO – Di balik ambisi Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menata ruang terbuka hijau yang ramah anak, terselip polemik administratif yang mengusik. Perubahan nama Taman ASEAN menjadi Taman Tara menuai sorotan tajam dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Arek Sidoarjo (GAS). Mereka menduga, proses penggantian nama taman tersebut melangkahi aturan yang berlaku dan berpotensi cacat prosedur.
Sorotan ini dilontarkan Ketua Tim Investigasi LSM GAS, Hendro Setiawan saat audiensi bersama Komisi C DPRD Sidoarjo pada Rabu, 18 Juni 2024. Ia menyebut, dalam kontrak pembangunan taman tertulis jelas sebagai pembangunan Taman ASEAN lanjutan, bukan Taman Tara. Perubahan nama, menurutnya, tidak dilakukan melalui mekanisme yang sah.
“Nama taman tidak bisa diganti begitu saja. Ada Peraturan Bupati (Perbup) Sidoarjo No. 14 Tahun 2020 yang mengatur jelas prosedur penamaan ruang publik. Harus ada penetapan resmi dari Bupati, bukan sekadar penyesuaian internal,” ujar Hendro.
Peraturan Bupati (Perbup) yang dimaksud Hendro memang secara tegas menyebut penamaan jalan, taman, kawasan perumahan hingga gedung pemerintahan harus melewati prosedur administratif tertentu. Di dalamnya termasuk unsur partisipasi masyarakat, uji kelayakan nama, serta penerbitan Surat Keputusan (SK) dari Bupati.
LSM GAS menilai, jika mekanisme itu diabaikan, maka terjadi pelanggaran terhadap tata kelola pemerintahan yang baik. “Jangan sampai taman yang diperuntukkan bagi publik justru diawali dengan pelanggaran publik,” sindir Hendro.
Pernyataan keras LSM GAS ditanggapi oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Sidoarjo, Moh. Bahrul Amig. Ia mengakui bahwa perubahan nama memang tidak mengikuti seluruh prosedur formal, tetapi berdalih bahwa penamaan sebelumnya juga tidak melalui jalur resmi.
“Nama Taman ASEAN itu dulunya tidak punya SK resmi dari Bupati. Jadi, secara legal formal, sebenarnya belum ada nama yang disahkan. Karena itu, kami merasa perlu menyesuaikan nama taman dengan fungsinya saat ini,” terang Amig.
Menurut Amig, revitalisasi taman dilakukan bukan hanya sebatas infrastruktur, tetapi juga menyentuh aspek fungsi dan segmentasi.
“Dulunya taman ini lebih seperti kawasan semi-komersial. Kini kami tata agar menjadi ruang bermain anak-anak yang layak. Nama Tara kami ambil untuk menghilangkan kesan lama dan memberi identitas baru,” ucapnya.
Meski demikian, ia tak menampik ada kekurangan dalam proses penggantian nama. “Kami akui ada kelemahan administrasi. Tapi niatnya demi publik. Bukan untuk keuntungan pihak tertentu,” ujarnya.
Menanggapi silang pendapat tersebut, Ketua Komisi C DPRD Sidoarjo, H. Choirul Hidayat, S.H, mengambil posisi tengah. Ia mengapresiasi peran LSM GAS sebagai lembaga kontrol sosial yang membantu kerja dewan dalam hal pengawasan.
“Kritik itu penting. Ini bagian dari mekanisme check and balance. Tapi kita juga harus objektif. Kalau niat perubahan taman itu baik, mari fokus membenahi kekurangannya, bukan saling menyalahkan,” ujar Choirul.
Ia berharap polemik ini tidak dibesar-besarkan hingga menimbulkan kegaduhan publik yang kontraproduktif.
“Jangan sampai perdebatan administratif ini membelokkan tujuan utama: menghadirkan ruang publik yang sehat, aman, dan nyaman untuk warga,” katanya.
Namun Choirul juga menegaskan bahwa tata kelola pemerintahan harus berjalan sesuai aturan. Ia meminta DLHK dan instansi terkait segera menyempurnakan administrasi proyek taman agar tidak menimbulkan preseden buruk di kemudian hari.(S7)