HALOPOS.ID|PALEMBANG – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengungkapkan kemungkinan bahwa jumlah Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang akan ditutup bisa mencapai 20.
Sejak awal tahun ini, setidaknya tujuh BPR telah kehilangan izin usaha mereka atas keputusan OJK.
“Diperkirakan bisa mencapai 20 (BPR) yang akan ditutup. Sebenarnya, beberapa sudah ditutup. Yang tersisa hanya proses likuidasi saja,” ungkap Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK.
Saat ditemui setelah acara Outlook Perbanas di Hotel Kempinski Jakarta Pusat, pada Jumat (22/3/2024).
Meskipun begitu, ia menegaskan bahwa kinerja BPR secara keseluruhan masih baik tahun ini, dengan jumlahnya mencapai sekitar 1.500.
Namun, beberapa di antaranya harus menghadapi kebangkrutan karena kondisi internal yang tidak sehat.
Menurut Dian Ediana Rae , BPR adalah lembaga yang baik, dengan jumlah yang banyak, melebihi 1.500. Pertumbuhannya juga positif, namun ada beberapa BPR yang mengalami masalah seperti kecurangan, tata kelola yang buruk, dan sebagainya. Kita tidak boleh membiarkan masalah ini terus berlanjut.
Dian juga menyatakan komitmennya untuk memastikan bahwa BPR tidak terjerumus ke dalam jurang kebangkrutan di masa mendatang.
Menurut Dian, Langkah OJK adalah membersihkan sistem, memastikan bahwa BPR memiliki standar yang baik untuk bisa masuk ke pasar modal, dan tidak boleh ada BPR yang kualitasnya rendah.
Masa depan BPR adalah menjadi lembaga yang bersih dan profesional.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, telah memperkirakan bahwa akan ada lagi BPR yang mengalami kebangkrutan tahun ini.
Purbaya merujuk pada tren selama 18 tahun terakhir, di mana rata-rata 7 hingga 8 BPR bangkrut tahunnya.
Pada rata-rata, terdapat 7 hingga 8 BPR yang bangkrut setiap tahunnya. Saat krisis, angkanya mungkin lebih rendah karena semua pihak sudah siap.
Sekarang, kita akan kembali ke angka normal, sekitar 7 hingga 8 BPR,” paparnya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, pada Selasa (30/1/2024).
Dari segi data, berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis oleh OJK, laba yang dicatatkan oleh BPR pada tahun 2023 mencapai Rp1,94 triliun.
Mengalami penurunan sebesar 38,65% dibandingkan dengan laba tahun sebelumnya yang mencapai Rp3,16 triliun.
Indikator profitabilitas seperti tingkat pengembalian ekuitas (ROE) dan pengembalian aset (ROA) juga mengalami penurunan signifikan.
Tingkat ROE BPR turun dari 15,39% pada 2022 menjadi 8,74% pada 2023, sementara tingkat ROA turun dari 1,74% menjadi 1%.
Penurunan ini menandakan penurunan kinerja bank dalam menghasilkan laba bersih dan dalam memanfaatkan aset untuk mendapatkan keuntungan.
Meskipun begitu, dari segi intermediasi, BPR masih mencatatkan kinerja yang positif. Mereka berhasil menyalurkan kredit sebesar Rp140,78 triliun pada 2023, meningkat 8,88% secara tahunan.
Aset BPR juga mengalami peningkatan sebesar 6,95% menjadi Rp194,98 triliun pada tahun yang sama. Namun demikian, terdapat juga peningkatan dalam kualitas aset yang menurun, terlihat dari peningkatan rasio kredit bermasalah (NPL) dari 7,89% pada 2022 menjadi 9,87% pada 2023.
Dari sisi pendanaan, BPR berhasil meningkatkan penerimaan dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp158,79 triliun pada tahun yang sama, naik 8,65% secara tahunan. (*)