Potensi Golput di Pilkada Palembang Meningkat?

HALOPOS.ID|PALEMBANG – Mengulas bagaimana peta politik di Pilkada Palembang kedepan tidak bisa dilepaskan dari latar belakang para calon. 

Pengamat Bagindo Togar menilai, latar belakang calon ini akan sangat menentukan bagaimana nantinya masyarakat memilih pemimpin mereka untuk lima tahun kedepan. Sampai saat ini, menurut Bagindo tidak ada satupun dari calon Wali Kota Palembang yang muncul, punya kemampuan untuk menjawab permasalahan masyarakat Palembang.

Dimulai dari Fitrianti Agustinda, yang menurut Bagindo tak bisa dilepaskan dari bayang-bayang Romi Herton. Romi, mantan Wali Kota Palembang itu merupakan sosok pejuang yang tidak tergantikan. Tidak sedikitpun Fitrianti dapat meniru totalitasnya, meskipun telah menduduki jabatan Wakil Wali Kota mendampingi Harnojoyo beberapa tahun silam.

Kala menjabat, dua periode bahkan, Fitrianti juga dinilai tidak terlihat kiprahnya selain menjadi pekerja sosial, seperti yang disampaikan oleh Bagindo. Fitrianti tidak terlalu menonjol di pemerintahan, juga tidak memberikan warisan yang memberi dampak bagi warga Palembang.

Sebagai contoh, di masa musim penghujan lalu, saat banjir muncul di sejumlah titik kota Palembang, pertanggungjawaban duet Harnojoyo-Fitrianti justru dipertanyakan oleh masyarakat. Permasalahan jalan yang rusak, utilitas seperti lampu jalan, serta ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, menurutnya seperti tidak seindah visi dan misi Palembang Emas pada Pilkada 2018.

“Aktivitasnya melihat dan mendatangi warga sakit. Selebihnya, sorotan selalu mengarah ke Harnojoyo. Bahkan di jelang masa akhir menjabat, Ratu Dewa sebagai Sekda yang lebih mendapat porsi sorotan,” katanya.

Sehingga menurut Bagindo, Fitrianti tidak punya kapasitas mumpuni memimpin pemerintahan di Kota Palembang, terlebih setelah dia menggandeng Nandrian untuk maju di Pilkada kali ini. Sosok Nandriani yang minim pengalaman, meskipun akhirnya pasangan ini didukung sejumlah partai untuk maju, tak bisa dilepaskan dari kapitalisasi politik yang dipadu pragmatisme partai.

“Sama-sama minim pengalaman, bahkan satunya masih sangat muda dan tidak pernah sama sekali di politik maupun pemerintahan, apa yang diharapkan untuk menata kota?” ungkap Bagindo.

Beralih ke Ratu Dewa, selama ini menurut Bagindo cukup populer karena telah menang start (mendahului) pencitraan yang telah dilakukannya sejak menjabat sebagai Sekda.

Bagindo sudah membaca hal ini sejak lama, sebab upaya meningkatkan popularitas personal Ratu Dewa sejak menjadi sekda, tidak tidak terlepas dari rencana untuk menjadi suksesor Harnojoyo, meskipun tidak cukup sukses dalam menata kota Palembang.

Semakin kesini, Ratu Dewa kemudian menurutnya terjebak semakin dalam pada pencitraan, sehingga masyarakat juga kemudian mempertanyakan kinerjanya yang saat ini pun masih berada di bawah bayang-bayang Harnojoyo.

“Namun, karena fokus pada pencitraan, jadi tidak ada program kerja yang ditawarkan yang memang menyelesaikan permasalahan masyarakat. Tidak ada kemajuan dan perubahan dari Harnojoyo sampai saat ini,” ungkapnya.

Di sisi lain, Ratu Dewa yang pernah menjabat sebagai Sekda seharusnya punya kapasitas untuk meningkatkan kualitas ASN, buktinya saat ini menurut Bagindo kualitas ASN Pemkot Palembang semakin tergerus. Diantara indikatornya adalah hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang kemudian mengungkapkan bahwa proses penyelenggaraan pemerintahan tidak baik-baik saja.

“Pencitraan itu membuat kita miskin ide, tidak punya kreatifitas, itu membuktikan kualitas kerjanya nanti. Apalagi Wali Kota ini jabatan politis, tentu seorang birokrat harus kerja keras untuk ini,” ujarnya.

Beruntung, Ratu Dewa maju didampingi oleh politisi macam Prima Salam yang berasal dari partai pemenang. Meskipun, secara tidak langsung, Prima disebutnya pula ditunggangi dalam kepentingan kali ini.

Tak jauh berbeda dari dua paslon sebelumnya, Yudha Mahyuddin menurut Bagindo cukup memaksakan diri untuk maju di Pilkada Kota Palembang meskipun dengan popularitas yang minim. Posisinya yang masih jauh di bawah Fitrianti maupun Ratu Dewa sebetulnya semakin sulit dengan menggandeng Baharuddin yang selama ini juga kurang dikenal.

“Secara intelektualitas, Yudha mungkin di atas (calon lain), tetapi dari popularitas dan kemampuan di politik maupun pemerintahan, sama saja, masih minim juga,” ujarnya.

Bayang-bayang orangtua Yudha, yang pernah menjadi Wakil Gubernur, Gubernur Sumsel dan Anggota DPR RI mungkin masih dikenang oleh masyarakat, tapi berbeda dengan Yudha. Meskipun pernah mencalonkan diri sebagai Wakil dalam Pilgub Sumsel beberapa tahun silam, hal ini menurut Bagindo justru menunjukkan sejauh mana kualitas dan kapasitas Yudha, yang tidak punya DNA pemenang.

Sehingga secara umum, Bagindo menilai tidak adanya pilihan yang lebih baik dari ketiga paslon ini bisa berdampak pada partisipasi masyarakat.

Padahal, kota Palembang sebagai ibu kota Provinsi Sumsel merupakan etalase, yang saat ini didera berbagai masalah di tengah masyarakat. Para calon yang maju, seharusnya bisa meyakinkan masyarakat dengan memberikan gagasan, melontarkan ide, untuk bagaimana memperbaiki tata kelola pemerintahan di Palembang, menjawab permasalahan di tengah masyarakat.

Misalnya, menurut Bagindo, bagaimana mengentaskan banjir di kota Palembang, memaksimalkan sumber daya masyarakat, khususnya generasi muda yang akan menjadi tonggak pembangunan kedepan, di tengah maraknya aksi tawuran.

“Orang akan melihat Palembang dulu baru daerah lain, Palembang ini etalase. Tidak bisa mereka bilang kasih kesempatan dulu (untuk menjabat) baru dibuktikan, orang mau lihat gagasan dulu, mampu atau tidak memimpin Palembang,” kata Bagindo.

KPU Pastikan Upaya Maksimal untuk Meningkatkan Partisipasi Pemilih

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Palembang sudah melakukan rekapitulasi dan penetapan DPS pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Wali kota dan Wakil Wali Kota Palembang untuk tahun 2024. Dari 18 kecamatan di kota Palembang terdapat 1.244.138 pemilih yang terbagi dalam 2.270 TPS.

Sementara jika didasarkan pada Surat Keputusan KPU Kota Palembang No. 431 tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Palembang tahun 2024, di kota Palembang terdapat sebanyak 929.176 suara.

Itu artinya, dalam pileg lalu partisipasi masyarakat Palembang berdasarkan suara yang masuk adalah hanya sebesar 74 persen.

Namun, menurut Ketua KPU Palembang Syawaluddin, pihaknya menargetkan tingkat partisipasi dalam Pilkada mendatang akan meningkat sampai 87 persen. Sejumlah upaya kini tengah dilakukan oleh pihaknya, utamanya terkait dengan sosialisasi di tengah masyarakat.

Diantara upaya yang dilakukan itu, menurutnya adalah dengan melakukan media gathering, ikut serta dalam perlombaan bidar dan kapal hias, juga dengan menanamkan kesadaran yang lebih mendalam di kalangan masyarakat Palembang tentang pentingnya peran mereka dalam Pemilu 2024.

Dalam waktu dekat, Syawalludin mengungkapkan pihaknya juga akan menyasar pemilih muda dengan menggelar cerdas cermat kepemiluan tingkat SMA/SMK se-kota Palembang. “Sosialisasinya seperti dengan media gathering bersama media, sosialisasi dengan seni dulmuluk, kita juga kemarin buka stand di BKB untuk sosialisasi Pilwako ini,” katanya. (NT)