HALOPOS.ID|PALEMBANG – Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pokok pikiran (pokir) DPRD Provinsi Sumatera Selatan kembali digelar di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu (25/6/2025). Perkara yang teregister dengan Nomor 26/Pid.Sus-TPK/2025/PN Plg tersebut menghadirkan tiga terdakwa yakni Arie, Apriansyah, dan Wisnu Andrio Patra.
Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fauzi Isra ini, jaksa penuntut umum kembali menghadirkan saksi Ardy Arpani, mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Banyuasin. Di hadapan majelis hakim, Ardy secara tegas menyebut bahwa pihak yang secara struktural terlibat langsung dalam proyek tersebut adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), pengawas, serta Unit Layanan Pengadaan (ULP).
Ardy menjelaskan, proyek tersebut berasal dari dana pokir milik Ketua DPRD Provinsi Sumsel, Anita. Ia mengakui pernah sekali bertemu langsung dengan Anita untuk membahas permintaan agar pokir miliknya dimasukkan dan dikawal pelaksanaannya di wilayah Kabupaten Banyuasin.
Adapun paket proyek yang dilaksanakan meliputi: peningkatan jalan di Desa Bangun Sari, pengecoran jalan di wilayah Kramat Raya (dua titik), pembangunan gedung, serta pembuatan saluran drainase di Kramat Raya. Seluruh proyek disebut Ardy dilaksanakan melalui mekanisme tender resmi.
“Saat saya masih menjabat, proyek sudah mulai berjalan secara fisik dan saya yang menandatangani kontrak-kontrak pekerjaan tersebut,” ujar Ardy.
Ia juga mengungkap bahwa baru mengetahui adanya permasalahan dan dugaan kesepakatan fee setelah dirinya pensiun.
Menjawab pertanyaan JPU mengenai dugaan permintaan fee sebesar 10 persen, Ardy membantah pernah meminta atau menerima fee tersebut. Ia juga menepis telah memberikan nomor kontak terdakwa Arie kepada terdakwa Apriansyah, yang saat proyek berlangsung menjabat sebagai Sekretaris Dinas PUPR Banyuasin.
Namun demikian, JPU menyinggung perbedaan keterangan Ardy di persidangan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebelumnya. Dalam BAP, Ardy disebut pernah meminta Apriansyah untuk berkoordinasi dengan Anita terkait tindak lanjut proyek pokir.
Dari keterangan Ardy, total nilai proyek pokir Anita mencapai Rp. 8 miliar, yang terbagi antara Rp. 3 miliar untuk wilayah Kramat Raya dan Rp. 5 miliar di Bangun Sari.
Sementara itu, seusai sidang, kuasa hukum terdakwa Apriansyah, Sri Agria Sekar Retno, menilai keterangan Ardy terkesan ingin melepaskan tanggung jawab.
“Pak Ardy itu kepala dinas saat proyek ini berjalan. Beliau yang berkomunikasi langsung dengan Anita, menandatangani kontrak, dan mencairkan tahap pertama. Tapi sekarang seolah ingin cuci tangan. Sangat tidak masuk akal bila klien saya mengenal Ari tanpa bantuan atasan langsung,” ujar Sri.
“Dari mana klien kami bisa mengenal Arie kalau tidak melalui Ardy? Klien kami bahkan tidak pernah bertemu langsung dengan Anita. Terkait jumlah usulan proyek pun berbeda, yg diketahui klien kami bahwa kegiatan yg diusulkan hanya 4 kegiatan dengan total 3 miliyar sedangkan untuk yg 5 miliyar di desa Bangun Sari klien kami juga tidak mengetahuinya yang tiba-tiba ada dalam usulan pokir anita, artinya hanya alasan ardi saja kalau pokir anita itu sudah melalui klien kami” imbuhnya.
Ia menambahkan bahwa tidak mungkin seorang sekretaris dinas mengambil alih urusan proyek bila tidak ada perintah dari kepala dinas.
“Semua peran dan perintah pasti berjenjang. Kami tegaskan, klien kami bekerja sesuai struktur dan tanggung jawab,” pungkasnya.
Sidang dijadwalkan akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya. (Rilis/Lana)