Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, ada sosok yang tetap teguh pada prinsip hidupnya yang memberi manfaat kepada sesama melalui ilmu pengetahuan. Ibu Alfi Rahmawati, S.K.Pm., M.Si., adalah seorang dosen di Sekolah Vokasi IPB University yang tidak hanya mengajar, tetapi juga menginspirasi dengan ketulusan hati. Dalam balutan kesederhanaan dan senyum hangat, beliau membuktikan bahwa peran sebagai pendidik dan ibu bisa berjalan seiring, tanpa harus mengorbankan salah satunya.
Mengejar Impian di Tengah Batasan
Lahir di Jakarta dan dibesarkan di Ciawi, perjalanan hidup Ibu Alfi tidak selalu mulus. Sejak kecil, ia sudah memiliki minat yang besar dalam bidang komunikasi. Namun, keinginannya untuk mengambil jurusan IPS tidak mendapat restu dari orang tua yang menginginkannya fokus pada jalur IPA.
Tidak ingin mengecewakan orang tuanya, ia memilih jalur IPA namun tidak melepaskan mimpinya. Dengan kecerdikan dan ketekunan, ia menemukan jalan untuk masuk ke Jurusan Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (KPM) di IPB University melalui jalur rapor (SNBP), satu-satunya jalur komunikasi yang bisa diakses dari IPA pada waktu itu.
Perjuangan itu terbayar lunas saat ia berhasil menyelesaikan studi S1 dengan predikat lulusan terbaik di Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB University. Namun, pencapaian itu tidak didapat dengan mudah. Ia harus berjuang keras membagi waktu antara belajar dan menjadi asisten dosen sejak semester 5 hingga lulus. “Saat itu, saya ingin mandiri dan mencari pengalaman. Selain itu, menjadi asisten dosen mengasah kemampuan mengajar dan memperdalam ilmu,” ungkapnya.
Tidak hanya aktif di kampus, Ibu Alfi juga bekerja sebagai guru di beberapa tempat seperti Bimba BTA8, dan Bintang Pelajar. Kegigihannya dalam dunia pendidikan sudah terlihat sejak masa kuliah. Ia menikmati setiap proses berbagi ilmu, menjelaskan materi dengan sabar, dan melihat kilau pemahaman di mata anak didiknya.
Melanjutkan Pendidikan di Tengah Peran Sebagai Ibu
Setelah menyelesaikan S1, ia bekerja sebagai guru IPS di Bintang Pelajar selama satu tahun. Namun, hasrat untuk terus belajar dan mengembangkan diri mendorongnya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 di IPB University dengan Beasiswa Unggulan Calon Dosen dari DIKTI.
Menjalani peran ganda sebagai mahasiswa dan ibu bukanlah hal yang mudah. “Saya sempat terlambat satu semester karena hamil dan melahirkan. Tapi saya tidak ingin berhenti di tengah jalan. Dengan dukungan suami dan keluarga, saya akhirnya menyelesaikan S2 dalam waktu 2,5 tahun,” tuturnya penuh syukur.
Setelah menyelesaikan studi, Ibu Alfi memulai karir sebagai dosen di Program Diploma IPB University pada tahun 2017, yang kini telah berubah menjadi Sarjana Terapan Komunikasi Digital. Sejak saat itu, ia konsisten mengajar dari angkatan 54 hingga saat ini.
Mengajar dengan Hati di Era Digital
Sebagai dosen di era digital, Ibu Alfi menyadari tantangan yang dihadapi generasi mahasiswa saat ini. Mereka sangat terhubung dengan gawai dan media sosial, sehingga mudah teralihkan perhatiannya. Selain itu, isu kesehatan mental juga menjadi perhatian khusus baginya.
“Mahasiswa sekarang berbeda dengan generasi sebelumnya. Informasi begitu mudah diakses, tapi sering kali mereka kewalahan membedakan informasi yang benar dan yang salah. Peran dosen tidak lagi sekadar menyampaikan materi, tapi juga menjadi pembimbing dalam menyaring informasi,” jelasnya.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, ia mengadopsi pendekatan interpersonal dengan berbicara dari hati ke hati kepada mahasiswanya. Ia berusaha memahami motivasi dan permasalahan yang mereka hadapi, sehingga bisa memberikan solusi yang tepat.
Pendekatan yang penuh empati ini menjadikannya dosen yang dekat dengan mahasiswanya. “Saya ingin mahasiswa merasa nyaman dan tidak takut untuk berbagi masalah. Saya ingin mereka tahu bahwa saya ada di sini bukan hanya sebagai pengajar, tapi juga sebagai teman yang siap mendengarkan,” ujarnya dengan mata berbinar.
Antara Dedikasi dan Keluarga
Menggabungkan peran sebagai dosen, istri, dan ibu adalah tantangan tersendiri. Ia harus menempuh perjalanan Bogor-Sukabumi untuk mengajar, bahkan saat hamil dan menyusui. Namun, ia selalu berusaha memenuhi kebutuhan anak-anaknya dengan menyiapkan makanan homemade dan mengatur keperluan keluarga dengan rapi setiap minggu.
“Saya belajar untuk memprioritaskan apa yang paling penting. Keluarga adalah nomor satu, tapi bukan berarti saya mengabaikan pekerjaan. Semua bisa dijalani dengan manajemen waktu yang baik,” katanya sambil tersenyum lembut.
Ia percaya bahwa menjadi ibu yang baik tidak harus mengorbankan karir. “Saya ingin anak-anak melihat bahwa perempuan bisa berdaya dan bermanfaat bagi orang lain tanpa harus meninggalkan peran sebagai ibu dan istri,” tegasnya.
Warisan Ilmu dan Nilai Kehidupan
Bagi Ibu Alfi, menjadi dosen bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hidup. Ia ingin meninggalkan warisan berupa ilmu yang bermanfaat dan nilai-nilai kehidupan kepada mahasiswanya.
“Saya ingin mahasiswa saya tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga memiliki soft skill seperti kepemimpinan dan kemampuan beradaptasi. Mereka harus siap menghadapi dunia kerja yang penuh dengan ketidakpastian,” pesannya penuh harap.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental, serta memilih pergaulan yang positif. “Hidup harus seimbang. Jika merasa tertekan, jangan ragu mencari bantuan. Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik,” ujarnya bijak.
Menginspirasi Generasi Muda dengan Ketulusan
Dengan kesederhanaan dan keikhlasan, Ibu Alfi Rahmawati berhasil menginspirasi banyak orang untuk terus belajar dan berbagi kebaikan. Ia tidak hanya mengajar dengan kepala, tetapi juga dengan hati.
“Saya ingin mahasiswa saya menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif bagi masyarakat. Ilmu yang mereka miliki harus bisa bermanfaat bagi orang lain,” tuturnya dengan mata berbinar.
Semangat dan ketulusan hatinya telah menyentuh banyak jiwa. Ia adalah bukti nyata bahwa dedikasi tanpa batas adalah kunci untuk menggapai impian. Sosoknya yang sederhana namun penuh inspirasi menjadikannya panutan bagi banyak orang, terutama bagi para perempuan yang ingin berdaya tanpa meninggalkan peran dalam keluarga. (*)