SEBELUM kemarahan wartawan memuncak, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Palembang harus membatalkan sertipikat tanah yang berstatus “kajanggalan”. Sebab pelecehan terhadap tiga wartawan yang akan mengkonfirmasikan masalah itu, justru akan membangun solidaritas wartawan yang akan berunjuk rasa ke BPN Kota Palembang.
——————
HALOPOS.ID, PALEMBANG | Dalam perbincangan dengan staf ahli bidang hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Nur Kholis SH MA, mengatakan BPN harus segera membatalkan sertipikat tanah penuh kejanggalan, yang menduduki lahan 10 hektare milik Abuhasan bin Ja’cob.
“Saya sudah mendapat kabar tentang persoalan itu. Karena itu saya meminta agar pihak BPN Kota Palembang segera membatalkan sertifikat orang-orang yang telah menduduki lahan orang lain. Jika tidak dilakukan BPN, apabila pihak H Yunani Abuhasan secara resmi meminta bantuan kita, maka staf ahli hukum dan HAM Kapolri akan turun ke lapangan,” ujar Nur Kholis saat dihubungi wartawan media ini, Minggu (26/12/2021).
Namun sebelum melakukan itu, kata Nur Kholis, ia menyarankan agar tim penasihat hukum H Yunani bin Abuhasan –Budimansyah dan rekan harus memperjuangkan kebenaran. “Saya yakin ini juga ada ulah mafia tanah yang bermain dalan persoalan itu,” ujar Nur Kholis dengan mimik serius.
Sebab, katanya, tanah seluas 10 hektare di pedalaman wilayah, biasanya selalu menjadi bancaan empuk para mafia tanah. Mereka melakukan hal-hal yang saling menguntungkan dengan oknum nakal di BPN sendiri dan oknum nakal petugas hukum. “Makanya terjadi hal-hal seperti itu,” kata mantan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sumsel tersebut.
Nur Kholis membaca berita dari berbagai media online bahwa lahan seluas 10 hektare itu belum disertifikat. Bahkan H Yunani Abuhasan dari sejak pembelian pertama dengan M Yusuf bin Rohalim tanggal 25 November 1958. “Hingga sekarang Pak Yunani masih memegang surat GS Nomor 1580 tahun 1985. Nah ini fakta hukum yang benar dan harus menjadi perhatian pihak BPN Kota Palembang,” katanya.
Namun anehnya, pihak-pihak yang menduduki tanah Abuhasan itu justru memegang sertifikat yang masuk akal. Ada sertifikat Nomor 936 dan 946 yang diterbitkan BPN dalam waktu tiga hari. “Padahal sesuai aturan pemerintah penerbitan sertifikat harus dilakukan selama dua bulan, atau penerbitannya paling cepat 56 hari. Makanya saya menyarankan agar BPN segera membatalkan sertifikat itu,” kata Nur Kholis.
Dalam berita yang ia baca, sertifikat aneh itu diterbitkan tanggal 15, 16, dan 17 September 2009. Padahal ketika tim hukum H Yunani Abuhasan mengajukan komplain secara tertulis ke BPN Kota Palembang, tim itu baru menerima respons selama 17 hari. “Ini sangat melecehkan kita,” kata penasihat hukum Budimansyah SH dan Jeferson SH, beberapa hari lalu.
Bagi Nur Kholis, yang paling tak masuk akal adalah sertifikat Nomor 960 dan 961 atas nama Taslim warga Provinsi Jambi. Sebab status lokasi sertifikat tanah berada Kelurahan Sukamulia Kecamatan Sako, justru menduduki lahan Abuhasan di Kelurahan Sungai Selincah Kecamatan Kalidoni. “BPN Kota Palembang jangan menutup mata dengan sertifikat yang membuat eksistensi tanah Abuhasan menjadi tumpang-tindih,” kata staf ahli bidang hukum dan HAM Kapolri tersebut.
Menyinggung tentang pihak BPN yang telah menolak kehadiran wartawan senior Anto Narasoma, Dewa (wartawan Indosiar dan SCTV Sumsel) dan Doni dari Sekber Wartawan Indonesia Sumsel, Nur Kholis, menyatakan seharusnya pihak BPN tidak bersikap seperti itu. Sebab tugas wartawan dilindungi Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999
Undang-undang itu, katanya, merupakan fakta hukum yang harus dipatuhi warga negara. Karena salah besar apabila pihak BPN mengabaikan kehadiran wartawan yang berniat untuk mengkonfirmasikan kejanggalan-kejangalan sertifikat tanah orang-orang yang menduduki lahan milik Abuhasan bin Ja’cob.
“Ketahuilah, kemerdekaan Indonesia ini diakui dunia internasional karena berita yang ditulis wartawan. Karenanya kita tidak boleh melecehkan wartawan. Itu sama saja bahwa BPN telah melecehkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999,” kata Nur Kholis.
Di tempat terpisah, ketika menanggapi penolakan tiga wartawan yang berniat melakukan konfirmasi terkait “sertifikat aneh” oleh BPN Kota Palembang, Ketua Sekber Wartawan Indonesia Pusat Maryoko Aiko, marah bukan main.
“Wartawan itu bertugas di lapangan, dilindungi Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999. Kalau pihak BPN Kota Palembang, melecehkan wartawan, sama halnya mereka telah merendahkan eksistensi UU No. 40/1999,” tegas Maryoko.
Menolak wartawan yang berniat konfirmasi tentang karut marutnya penerbitan sertifikat tanah yang menciptakan tumpangtindihnya lahan 10 hektare milik Abuhasan bin Ja’cob, itu sangat bertentangan dengan kemerdekaan pers.
“Tugas wartawan itu untuk memenuhi hak atas informasi bagi masyarakat. Tentu saja informasi yang disampaikan itu dilakukan dengan cara yang tepat, akurat dan benar,” tegas Maryoko dengan nada tinggi.
Menurut dia, berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 40/1999 tentang pers, merupakan upaya wartawan mencari dan memperoleh informasi berbentuk tulisan, gambar dan suara. “Harusnya pihak BPN tidak melecehkan wartawan, karena tugas pers hakikatnya sangat mulia,” tegas Maryoko.
Pada pasal 4 ayat (3) UU Pers, katanya, tugas wartawan melakukan penyebaran berita ke masyarakat tentang fakta dan hasil wawancara dengan sumber-sumber terkait. “Karena itu salah besar apabila pihak BPN melakukan pelecehan terhadap kehadiran wartawan. Jika pihak BPN tetap berkukuh dengan pelecehan itu, kita akan melakukan aksi unjuk rasa ke kantor BPN Kota Palembang,” tegasnya. (NT)
Editor Anto Narasoma