Salah Besar Jika Menolak Kehadiran Wartawan

Ilustrasi
Ilustrasi

BANYAK oknum pejabat pemerintah saat ini tak memahami atau pura-pura tidak paham dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang tugas seorang wartawan. Padahal dengan tegas isi undang-undang ini menjelaskan proses kewartawanan yang menginformasikan sesuatu sesuai fakta di lapangan.

———-

HALOPOS.ID|PALEMBANG – Wartawan senior Dr Drs Tarech Rasyid MSi, mengatakan siapapun dia, jika hidup di negeri ini harus patuh dengan undang-undang yang diberlakukan. Sebab Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang wartawan adalah produk hukum di republik ini.

“Jika pihak BPN Kota Palembang mengabaikan kehadiran wartawan di kantornya, itu berarti telah melecehkan tugas-tugas pers. Saya sangat menentang perilaku seperti itu,” ujar Tarech Rasyid, di ruang kerjanya, Jumat (24/12/2021).

Menurut dia, seorang wartawan melakukan tugasnya diatur oleh undang-undang tersebut. “Jadi, jika pihak BPN merasa hidup dan berdomisili di Indonesia, harusnya mereka patuh untuk tidak melecehkan wartawan yang akan melakukan wawancara,” ujar Tarech yang pernah menjadi pemimpin redaksi Sumatra Express (Sumatera Ekspres) tahun 1990 di Jalan Merdeka No. 1 Palembang.

Sebagai wartawan senior, katanya, dia selalu wawancara dengan prinsip faktual yang sesuai fakta di lapangan. “Apalagi wartawan senior sekelas Anto Narasoma yang ditelantarkan di depan pintu masuk karena ingin mengkonfirmasikan persoalan tumpang-tindihnya lahan 10 hektare milik Abuhasan bin Ja’cob,” ujar Tarech.

Dengan demikian, berarti pihak BPN Kota Palembang telah melecehkan undang-undang tersebut. “Bagi pihak-pihak yang melecehkan UU Nomor 40/1999, akan bersentuhan dengan pasal 18 yang berbunyi, ..barang siapa yang dengan sengaja menghalang-halangi tugas wartawan, dikenakan hukuman selama dua tahun, atau dikenakan denda sebesar Rp 500 juta,” katanya.

Menurut dia, apakah salah apabila wartawan melakukan konfirmasi ke BPN terkait masalah sertifikat tanah?

Apalagi tanah yang akan dikonfirmasi itu statusnya tumpang-tindih dengan pemilik sertifikat tanah yang penerbitannya dilakukan secara aneh dan janggal. “Harusnya pihak BPN Kota Palembang harus menerima kehadiran wartawan. Kalau tak salah, ada tiga wartawan yang dilecehkan BPN,” katanya.

Selain Anto Narasoma, ada dua wartawan lain yang dilecehkan, antara lain Dewa (wartawan Indosiar dan SCTV Sumsel), serta Doni, Ketua Sekretariat Besar Wartawan Indonesia. “Wah, ini tidak benar,” ujar Tarech yang saat ini menjabat rektor Universitas IBA Palembang.

Informasi yang diterimanya, kata wartawan senior tersebut, terkait sertifikat tanah yang diterbitkan dengan dalam waktu tiga hari. Sertifikat tanah tiga hari itu Nomor 936 dan 946 tahun 2008. Dua sertifikat itu dikerjakan dan diterbitkan selama tiga hari dari 15, 16, dan 17 September 2009. Sedangkan sertifikat lainnya nomor 6095 tahun 2018 dan 662 tahun 2019 mendiami tanah Abuhasan. Padahal tanah itu belum dijual anak Abuhasan almarhum (H Yunani Abuhasan).

“Justru Pak H Yunani Abuhasan masih memegang surat GS Nomor 1580 tahun 1995. Jadi menurut saya wajar apabila wartawan datang ke BPN untuk mengkalarifikasikan masalah itu. Kok ketiga wartawan ditolak masuk ke BPN? Ada apa di balik itu?” ucap Tarech seperti bertanya kepada dirinya sendiri.

Anehnya, kata Tarech, ada sertifikat Nomor 960 dan 961 tahun 2008 yang status letaknya di Kelurahan Sukamulia Kecamatan Sako, tapi pemegang sertifikat itu justru menduduki lahan milik Abuhasan bin Ja’cob. “Jadi kalau ketiga wartawan itu mengklarifikasi masalah sertifikat itu adalah suatu yang wajar,” katanya.

Sementara itu ketika dikonfirmasi ke Ketua Sekretariat Besar Wartawan Indonesia Sumsel, Doni membenarkan ketiga wartawan ditolak mentah-mentah oleh pihak BPN Kota Palembang.

“Iya. Pada pertemuan pertama dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kota Palembang, saya ditolak mentah-mentah oleh Pak Norman,” ujar Doni.

Bahkan secara singkat Norman menolak untuk menjawab pertanyaan Doni. Kepala BPN Kota Palembang itu langsung pergi tanpa menghiraukan keberadaannya sebagai wartawan. “Karena itu kasus tumpang tindihnya tanah Pak H Yunani Abuhasan seluas 10 hektare itu masih jalan di tempat,” kata Doni. (NT)

Editor Anto Narasoma