Rumitnya Masalah Regulasi, Dampak Negatif dari Hilir Mudik Tongkang Batubara di Sungai Musi

diskusi publik yang bertemakan, "Rahasia Gelap Sungai Musi, Tongkang Batubara di Sungai Musi Madu Atau Racun" bertempat di Padepokan Kang Denny Tegar (KDT). Senin Malam (23/6/2025).
diskusi publik yang bertemakan, "Rahasia Gelap Sungai Musi, Tongkang Batubara di Sungai Musi Madu Atau Racun" bertempat di Padepokan Kang Denny Tegar (KDT). Senin Malam (23/6/2025).

HALOPOS.IDPALEMBANG, – Terkait permasalahan Kapal Tongkang Batubara yang lalu lalang di Sungai Musi Palembang yang akhir akhir ini sudah beberapa kali menabrak aikon Kota Palembang yaitu jembatan Ampera dan juga menabrak beberapa rumah warga telah menjadi permasalahan serius di Kota Palembang.

Selain itu limbah batu bara itu sendiri tentunya mencemari aliran sungai Musi yang menjadi urat nadir Kota Palembang dan berdampak buruk bagi warga sekitar, sedangkan warga Kota Palembang sendiri tidak menikmati manfaat dari hasil Batubara yang begitu besar.

Hal ini dibahas dalam diskusi publik yang bertemakan, “Rahasia Gelap Sungai Musi, Tongkang Batubara di Sungai Musi Madu Atau Racun” bertempat di Padepokan Kang Denny Tegar (KDT). Senin Malam (23/6/2025).

Bertindak sebagai Moderator dala acara ini yaitu Idasril Firdaus Tanjung bersama Surono yang menghadirkan beberapa narasumber yaitu Ketua DPW Pekat IB Suparman Roman, Manager Komersial PT Pelindo Darmawi, Anggota Komisi III DPRD Kota Palembang Ruspanda Karibullah, Ketua Umum DPP Gencar Charma Afrianto serta dihadiri oleh beberapa anggota Dewan, dan beberapa tokoh masyarakat Kota Palembang.

Anggota Komisi III DPRD Kota Palembang Ruspanda Karibullah, ST., mengatakan bahwa diskusi ini merupakan hal yang positif, untuk membahas Maslah Tongkang Batubara ini untuk menjadi penyumbang PAD untuk Kota Palembang.

“Memang sudah dari tahun 2003 kami telah melakukan giat dan menggerakkan ini dan sekarang dimunculkan kembali untuk membangun harapan baru walaupun baru dalam wacana bisa dikomplitkan melalui melalui agenda agenda politik baik di eksekutif maupun di legislatif dengan dibantu oleh kawan kawan di Padepokan KDT ini”, ucapnya.

“Untuk memperjuangkan PAD dari Batubara ini kita kan lihat dari regulasi yang ada dan mencari peluang dari regulasi itu yang bisa mendapatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Batubara ini,” tukasnya.

Disisi lain, Darmawi selaku Manager Komersial PT Pelindo mengatakan bahwa Diskusi merupakan ajang klarifikasi bagi PT Pelindo, karena selama ini masyarakat taunya PT Pelindo tapi ternyata yang mengelola Tongkang Bagu bara di sungai Musi itu ada 3 BUP diantaranya PT Pelindo, Penajam, dan KBS yang berstatus sama dengan PT Pelindo.

“Kami juga tidak punya wewenang, artinya kami juga sama statusnya dengan mereka, orang bisa memilih jasa kami dan juga bisa memilih penajam dan juga KBS dengan tarif yang sama hanya berbeda dari segi pelayanan. Dan untuk kontribusi sendiri sebenarnya sudah ada hanya dari aspek legalitasnya yang harus diurus, kami sangat menyayangkan hal itu, karena sebenarnya banyak celah yang bisa kita lakukan, karena ini niat baik untuk kontribusi kami kepada pemerintah daerah”, terangnya.

Darmawi juga menegaskan bahwa pihaknya melalui kawan kawan asosiasi sudah siap dan bersedia untuk memberikan kontribusi hanya saja dari aspek legalitasnya yang kedepan harus diperhatikan lagi.

“Kami sangat berterimakasih kepada Padepokan KDT telah diundang diacara ini sehingga diskusi ini menjadi ajang diskusi yang menarik buat kamj untuk menjelaskan posisi Pelindo saat ini”, tutupnya.

Sementara itu Ketua DPW Pekat IB Suparman roman mengungkapkan bahwa dalam diskusi ini sebenarnya sudah ketemu benang merahnya, ternyata dalam hal ini hanya terbentur masalah regulasi, dimana para pengusaha Batubara telah berkomitmen dan sudah ada niat baik termasuk juga penyedia jasa seperti Pelindo untuk memberikan kontribusi untuk Kota Palembang.

“Komitmen dan niat baik dari para pengusaha Batubara untuk memberikan Kontribusi itu sudah sempat di realisasikan dan sempat dialokasikan lebih kurang 22 Miliar tapi pada saat perda ini diajukan di Provinsi ditolak dengan alasan yang tidak jelas dan kemudian ada juga fatwa dari KPK bahwa untuk menarik kontribusi atau surcas atau apapun harus ada payung hukum yang sah seperti Perda”, paparnya.

Atas dasar dari saran KPK itulah DPRD bersama Walikota Palembang mengajukan Perda ini ke Pemerintah Provinsi untuk disetujui di Provinsi dan itu mentok sampai dengan sekarang sementara dana yang tadinya sudah dihimpun dari pengusaha dan dari penyedia jasa harus di kembalikan lagi, kerena sudah ada atensi dari KPK bahwa jika diambil itu adalah Pungli.

“Kedepannya ini harus di Follow Up, karena masih banyak PAPM yang berkompeten seperti KSOP yang punya kewenangan regulasi, dan. Juga pengusaha Batubara itu sendiri, termasuk juga pemangku kebijakan dalam hal ini Gubernur dan Walikota karena mentoknya ini di Gubernur maka Gubernur harus turun tangan”, jelasnya.

“Kalau dari kaca mata kita, ini simpel, hanya masalah pembagian porsi antar pendapatan Provinsi dengan Kota, tadi secara bisik bisik dari pihak Pelindo sudah menyampaikan mengapa tidak duduk bareng antara Provinsi dengan Kota untuk kesepakatan pembagian persentase dan kami siap untuk ditambah lagi misalnya dari tadinya hanya 15% kami siap menambah menjadi 25% jadi tidak mengganggu Provinsi dan yang 10% dapat diberikan ke Kota”, pungkasnya. (DM).

Penulis: Dino MartinEditor: Herwanto