Terancam Hilang, Pemerintah Pusat Bantu Revitalisasi Bidar di Kota Palembang

Terancam Hilang, Pemerintah Pusat Bantu Revitalisasi Bidar di kota Palembang
Terancam Hilang, Pemerintah Pusat Bantu Revitalisasi Bidar di kota Palembang

HALOPOS.ID|PALEMBANG – Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI Sumsel dengan Pemkot Palembang menggelar Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “ Mewujudkan Ekosistem Pelestarian Perahu Bidar”, Kamis (29/8) di kawasan Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang.

Dengan narasumber Ahmad Mahendra selaku Direktur Musik, Perfilman, Media sekaligus Plt Kepala Museum dan Cagar Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Idham Bachtiar Setiadi, P.hd selaku Ketua Yayasan Suar Bahri Kultura/ Pegiat Revitalisasi Kebudayaan Bahari) dan Kristanto Januardi selaku Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI Sumsel.

Direktur Musik, Perfilman, Media sekaligus Plt Kepala Museum dan Cagar Budaya Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Ahmad Mahendra memastikan pihaknya akan melakukan revitalisasi bidar.

“ Jadi tahun depan kerjasama dengan saya , mungkin Dinas kota tetap komitmen dan kerjasama dengan saya , pulang dari sini langsung saya masukkan untuk DIPA tahun depan,” katanya.

Yang penting menurutnya Pemkot Palembang tetap berkomitmen dan pihaknya akan memperkuat untuk memenuhi harapan masyarakat guna melestarikan bidar.
Untuk sponsor bidar menurutnya tetap di perbolehkan namun kendalinya ada di Pemkot Palembang dan terpenting Pemkot Palembang tetap komitmen.

“ Tentu bahwa kita tidak bisa sekali bicara , jadi saya titip ke pak Kristanto Januardi, karena ini UPT saya , saya boleh memerintah dia , jadi workshop –workshop seperti ini harus dteruskan, minimal di tahun ini beberapa kali, “ katanya.

Selain itu pihaknya ingin menuju revitalisasi bidar biarekosistem itu tumbuh dan dari hulunya tumbuh maka peran masyarakat, regenerasi dan peran semua baik dinas dan sebagainya harus dimulai bicara dari sekarang.

“ Jadi jangan sekadar even tapi benar-benar ini membangun kebudayaan , membangun peradaban, jadi tolong harus dimulai dari sekarang,” katanya.

Mungkin menurutnya selama ini kelemahan soal bidar selama ini soal DPRD Kota Palembang tidak percaya, mungkin Walikota Palembang tidak percaya.

“ Kalau saya positip tingking saja sekarang kita harus mengurai dari nol , merangkul dulu tapi punya konsep yang benar sehingga keterlibatan tadi sponsor tapi narasinya benar, keterlibatan masyarakat juga,” katanya.

Ketua Yayasan Suar Bahri Kultura/ Pegiat Revitalisasi Kebudayaan Bahari) Idham Bachtiar Setiadi mengajak semua pihak di kota Palembang untuk menguatkan ekosistem perahu bidar.

“ Pada akhirnya ketika bicara revitalisasi tentu kita bicara antar generasi , memindahkan tongkat estafet itu penting , “ katanya.

Menurutnya kemajuan kebudayaan berbasis ekosistem kebudayaan bukan teori, telah dipraktikkan, bukan hanya di Indonesia melainkan di Spanyol dan negara lain.
:Membuat ekosistem peninjauan kebudayaan agar suatu budaya dapat bertahan dan berkembang,” katanya.

Selain itu peninjauan kebudayaan dengan menguatkan ekosistem kebudayaan, perlu melihat segala aspek secara luas, perlu kesabaran karena merupakan proses perlu visi yang jauh kedepan.

Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI Sumsel. Kristanto Januardi memastikan narasumber yang dihadirkan ini bukan pemantik kaleng-kaleng.

“ Memang keduanya sudah level nasional dan sudah banyak pekerjaan-pekerjaan besar tingkat,” katanya.

Budayawan kota Palembang Vebri Al Lintani mengatakan, lomba bidar diprediksi akan menghilang apabila tidak dilestarikan secara serius.

“Permasalahan Bidar sekarang sudah tidak memiliki daya tarik. Dibandingkan tahun 80-an dan 90-an secara kualitas dan kuantitas, bidar sekarang bukan lagi menjadi milik rakyat tapi banyak perusahaan. Mungkin karena pemerintah kekurangan dana untuk merawat dan memiliki bidar,” katanya.

Untuk memiliki bidar, dibutuhkan dana yang besar hingga mencapai ratusan juta. Bidar umumnya sekarang memiliki panjang 29 meter dan lebar 1,5 meter, dengan tinggi 80 sentimeter. Perahu Bidar membutuhkan sekitar 50 orang pendayung.

“Merawat dan membeli bisa Rp100 juta. Jadi wajar kalau banyak perusahaan kemudian membuat brand bidar sendiri, bukan lagi milik rakyat. Padahal lebih baik perusahaan membantu sponsor,” katanya.

Sedangkan sejarawan dari Univesitas Sriwijaya (Unsri) Dr Dedi Irwanto MA melihat bidar yang digelar di Pedamaran harus menjadi contoh di Palembang, karena bidar di Pedamaran hidup .
“ Di Pedamaran hampir 1 tahun tiga kali digelar bidar, disana pemerintah sebagai fasilitator, tapi semuanya kembali ke masyarakat contohnya persoalan hadiah disana pendaftaran satu perahu Rp 1juta , hadiahnya dibagi dari pendaftaran peserta,” katanya.

Pembina Paguyuban Bidar dan Ketua PODSI Kota Palembang H. RM. Husin, S.E., M.Si mengatakan, kalau Perahu Bidar Tradisional di Palembang sekarang berjumlah 9, tolong ditingkatkan. Dia berharap Hadiah untuk lomba bidar ditingkatkan dan Sarananya dipenuhi.

Sedangkan rekomendasi FGD tersebut adalah perlu ekosistem pemajuan kebudayaan yang mendukung, dalam hal ini ekosistem perahu bidar agar budaya ini dapat bertahan dan berkembang serta dapat dilakukan secara berkelanjutan. Ekosistem ini meliputi regenerasi pendayung maupun pengerajin bidarnya sendiri.
Perlu bantuan, dukungan dan komitmen dari berbagai pihak baik pemerintah pusat, daerah, BUMN, BUMD serta masyarakat agar festival bidar dapat terus lestari dan berkembang.
Dan warisan budaya dalam hal ini bidar perlu kita kaji lebih dalam termasuk sejarahnya agar kegiatan ini kedepan dapat terus berkembang, namun diperlukan kesabaran karena hal ini merupakan bagian dari suatu proses. (AND)