HALOPOS.ID|SIDOARJO – Proyek pengurukan lahan perumahan di Desa Damarsi, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, kembali jadi sorotan publik. Aktivitas urukan yang digarap pengembang PT Madina Cipta Nusantara itu diduga belum sepenuhnya beres dari sisi perizinan.
Sejak Senin (1/9/2025) lalu, sejumlah alat berat terlihat beroperasi melakukan trial urukan di lokasi proyek. Namun, perhatian warga justru tertuju pada dokumen rekomendasi pemanfaatan jalan yang diterbitkan Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (PUBM SDA) Sidoarjo.
Surat bernomor resmi dan ditandatangani Kepala Dinas PUBMSDA Sidoarjo, Dwi Eko Saptono, pada 20 Agustus 2025 itu tercatat menggunakan dasar hukum yang dinilai janggal. Dalam dokumen disebutkan rujukan Keputusan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 01112210213515237 tertanggal 1 November 2022 sebagai dasar kesesuaian pemanfaatan ruang untuk real estate seluas 72.796 m² milik PT Madina Cipta Nusantara.
Masalahnya, setelah ditelusuri, nomor keputusan tersebut tidak bisa ditemukan dalam basis data regulasi resmi pemerintah. Format penomorannya pun dianggap tidak sesuai dengan standar penomoran keputusan yang berlaku di Indonesia.
“Kalau benar ada keputusan dengan nomor seperti itu, mestinya bisa dilacak secara resmi. Tapi ini tidak ada. Jelas membingungkan,” ujar seorang warga Damarsi yang enggan disebut namanya, Selasa (2/9/2025).
Awak media mencoba mengonfirmasi ke kantor Dinas PUBMSDA Sidoarjo. Namun, hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas belum bisa ditemui. Sejumlah staf hanya menyebutkan bahwa yang bersangkutan sedang ada agenda di luar kantor.
Ketidakjelasan surat rekomendasi tersebut memantik tanda tanya besar. Bila terbukti ada ketidaksesuaian, bahkan pemalsuan, pihak penerbit maupun penandatangan dokumen berpotensi terseret masalah hukum.
Merujuk Pasal 263 KUHP, ancaman pidana untuk pemalsuan dokumen negara sangat tegas. Ayat (1) menyebutkan,
“Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak , diancam penjara paling lama enam tahun.” Sedangkan ayat (2) menegaskan, “Barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu seolah-olah benar, diancam pidana penjara paling lama enam tahun.”
Keresahan warga pun makin menguat. Mereka khawatir jika proyek dilanjutkan tanpa kepastian izin yang jelas, dampaknya justru akan merugikan masyarakat.
“Kami hanya ingin proyek ini jelas izinnya. Jangan sampai ada permainan dokumen yang mengorbankan warga sekitar,” kata Wijaya (52), salah satu warga Damarsi.
Hingga kini, belum ada keterangan resmi dari Dinas PUBMSDA Sidoarjo maupun pihak pengembang terkait dugaan kejanggalan rekomendasi pemanfaatan jalan tersebut.