HALOPOS.ID|PALEMBANG – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD Provinsi Sumatera Selatan tahun anggaran 2023 kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Rabu, 9 Juli 2025.
Perkara bernomor 26/Pid.Sus-TPK/2025/PN Plg itu menghadirkan sepuluh saksi, termasuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Banyuasin, Andi Wijaya, dan Kepala Bagian ULP Setda Banyuasin, Yulinda.
Dalam kesaksiannya, Andi Wijaya mengungkap sejumlah fakta terkait proyek pembangunan Kantor Lurah RT 01 RW 01 Kelurahan Keramat Raya, Banyuasin. Ia menyebut pembangunan proyek tersebut hanya terealisasi sekitar 41 persen akibat kebangkrutan kontraktor pelaksana, CV Raza Jaya Cipta. Meski demikian, pembayaran proyek telah mencapai 70 persen. Pembayaran tersebut, kata Andi, didasarkan pada nota pembelian material yang diserahkan pihak kontraktor.
“Pihak rekanan menyerahkan sejumlah nota sebagai bukti pengadaan material. Itu yang kami jadikan dasar untuk pencairan, karena sebagian material katanya sudah di lapangan,” kata Andi di hadapan Ketua Majelis Hakim, Fauzi Isra.
Namun, Andi mengakui bahwa nota-nota tersebut belakangan diketahui tidak sah. Saat pihak kontraktor menghilang, Andi mengaku diminta terdakwa Apriansyah selaku atasan langsungnya untuk berupaya memulihkan kerugian negara dengan mencari dan meminta kontraktor mengembalikan kelebihan bayar. Karena gagal menemukan pihak rekanan, Andi sendiri yang akhirnya menanggung pengembalian dana itu, yang ia akui berasal dari pinjaman pribadi dan bank.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Apriansyah, Weli, menegaskan bahwa kliennya tidak pernah menerima fee, menjanjikan proyek, ataupun melakukan pengondisian.
“Sepuluh saksi yang dihadirkan hari ini dan sebelumnya tidak ada yang menyebut klien kami menerima fee atau menjanjikan apapun,” kata Weli kepada wartawan usai sidang.
Weli justru mempertanyakan peran dan tanggung jawab PPK dalam proses pencairan dana dan pengawasan proyek. Ia menilai Andi Wijaya lalai dalam menjalankan tugasnya.
“PPK telah menandatangani surat pernyataan tanggung jawab mutlak bahwa proyek berjalan sesuai ketentuan. Tapi kenyataannya progres tidak sesuai. Justru klien kami yang dimintai pertanggungjawaban, padahal posisi PPK sangat sentral dalam memverifikasi pekerjaan,” kata Weli.
Ia juga membantah keterangan Andi terkait penolakan tanda tangan berkas tagihan. Menurut Weli, terdakwa Apriansyah justru sudah sejak awal meminta kontrak diputus karena melihat pekerjaan tak akan selesai.
“Justru PPK tidak menjalankan arahan itu. Mereka malah memberi kesempatan kedua kepada kontraktor, padahal kondisinya sudah bermasalah,” tegas Weli.
Menanggapi kemungkinan adanya langkah hukum terhadap Andi Wijaya, kuasa hukum menyatakan tengah mempertimbangkan pelaporan ke Polda Sumatera Selatan.
“Kami sedang kaji opsi membuat aduan resmi terkait dugaan kelalaian yang berdampak pada kerugian negara,” ujar Weli.
Sidang perkara ini akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya. Jaksa Penuntut Umum masih mendalami alur tanggung jawab dan kemungkinan adanya aktor lain dalam kasus dugaan korupsi proyek pokir tersebut.