HALOPOS.ID|JAKARTA – Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah pada perdagangan pasar hari ini, Kamis (24/3/2022).
Padahal, Mata Uang Garuda sempat menguat kemarin, walaupun pernyataan Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengindikasikan akan adanya kebijakan yang lebih agresif.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan terkoreksi cukup tajam 0,21% ke Rp 14.375/US$. Kemudian, rupiah memangkas pelemahannya menjadi 0,07% di Rp 14.355/US$ dan tertahan hingga pukul 11:00 WIB.
Performa dolar AS menguat sebanyak 0,15% di 98,771 terhadap 6 mata uang dunia.
Dari sisi fundamentalnya, para pejabat the Fed menyetujui kenaikan suku bunga besar untuk melawan inflasi, setelah kemarin Ketua The Fed Jerome Powell mengisyaratkan untuk menaikkan sebesar 50 basis poin suku bunga acuannya pada pertemuan berikutnya di bulan Mei.
“Saya memiliki segalanya di atas meja sekarang, jika perlu melakukan 50 basis poin, maka itu yang kita lakukan karena pasar tenaga kerja begitu kuat dan inflasi yang tinggi,” tutur Presiden Fed San Francisco Mary Daly dikutip dari Reuters.
Daly sering kali lebih hati-hati daripada rekan-rekannya tentang pengetatan kebijakan dan keterbukaannya terhadap kenaikan suku bunga yang lebih besar dari biasanya pada pertemuan periode 3-4 Mei.
Ini menunjukkan meningkatnya rasa urgensi bahwa tindakan cepat dan terpadu diperlukan untuk menghentikan inflasi yang sudah naik tiga kali lipat dari target The Fed di 2%.
Sebelumnya, Presiden Fed St.Louis Bullard telah menyerukan kenaikan sebesar 50 basis poin sejak pertemuan 16 Maret lalu. Presiden Fed Cleveland Loretta Mester juga mengharapkan kenaikan yang agresif untuk meningkatkan ekonomi AS.
Selain itu, eskalasi geopolitik di Ukraina menambah tekanan terhadap sentimen global. Hari ini, Presiden AS Joe Biden dijadwalkan akan bertemu dengan negara G-7 dan Uni Eropa di Brussel guna menghentikan perang di Ukraina.
Pertemuan hari ini akan dihadiri oleh negara-negara terkuat dalam pertahanan militer, di mana para pemimpin akan memutuskan pasukan, sanksi, dan tindakan lain yang dirancang untuk membantu Ukraina. |
Kemarin, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik ke 2,417% dan menjadi level tertinggi sejak Mei 20019. Yield obligasi acuan tenor 10 tahun telah naik sejak awal pekan ini, ketika The Fed mengisyaratkan langkah-langkah yang lebih agresif untuk menekan inflasi.
Wajar saja, Mata Uang Tanah Air tersungkur melawan dolar AS, karena yield obligasi AS meningkat maka otomatis mendorong performa dolar AS di pasar spot.
Yield obligasi AS yang naik juga mendorong capital outflow dari pasar obligasi Indonesia, yang pada akhirnya menekan rupiah. Selain itu, sentimen global sedang memburuk, tercermin oleh performa bursa Wall Street semalam dan bursa saham di Asia yang kompak berada di zona negatif. (**)
Editor : Herwan.