HALOPOS.ID\SIDOARJO – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai terobosan pemerintah untuk meningkatkan kualitas gizi siswa sekolah dasar kembali diterpa kritik. Kali ini sorotan tajam tertuju pada kinerja Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Dukuh Tengah, Kecamatan Buduran, Sidoarjo.
Sejumlah wali murid SDN Banjarsari pada Senin (29/9/2025) mengeluhkan menu yang dibagikan kepada anak-anak mereka. Alih-alih sehat, makanan tersebut diduga berbau tidak sedap dan dianggap tidak layak konsumsi. Kondisi ini menimbulkan keresahan, mengingat program MBG sejatinya hadir untuk memastikan setiap siswa mendapatkan makanan higienis dan bergizi.
Namun yang mengejutkan, saat awak media Halopos.id Mendatangi lokasi SPPG Dukuh tengah Kecamatan Buduran,mencoba meminta klarifikasi langsung, petugas SPPG justru menutup diri. Selasa ,(30/9/2025).
Dengan nada tidak bersahabat seorang petugas berbaju putih mengatakan bahwa untuk masuk ke SPPG harus izin ke biro hukum MBG terlebih dahulu.
Sikap arogan ini menimbulkan tanda tanya besar: mengapa lembaga yang bertugas mengawasi kualitas makanan untuk anak-anak justru menutup akses informasi?
Ketua Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), Agus Subakti melontarkan kritik pedas terhadap sikap tersebut. Menurutnya, masalah ini bukan sekadar kelalaian teknis, tetapi sudah menyangkut tanggung jawab moral, hukum, dan kesehatan publik.
“Kalau sampai ada makanan basi masuk ke sekolah, itu bukti pengawasan SPPG bobrok. Jangan hanya vendor yang dijadikan kambing hitam. Petugas SPPG digaji untuk memastikan makanan layak, sehat, dan bergizi. Kalau gagal, artinya mereka tidak menjalankan tugas,” tegas Agus.
Agus juga menyoroti arogansi petugas SPPG yang menolak keterbukaan informasi. Ia menegaskan bahwa sikap tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Menutup akses informasi berarti melanggar hak publik. Menghalangi wartawan menjalankan tugas berarti melanggar kebebasan pers. Ini bukan sekadar salah prosedur, tapi pelanggaran hukum,” ujarnya keras.
Lebih lanjut, Agus menilai bahwa Petugas SPPG seolah ingin berlindung di balik birokrasi untuk menutupi kegagalannya.
“Respons tidak bersahabat terhadap wartawan adalah sinyal ada sesuatu yang disembunyikan. Kalau transparan, kenapa harus takut membuka data? Ingat, ini program publik, bukan milik pribadi. Anggaran rakyat, untuk anak-anak rakyat, jadi wajib dipertanggungjawabkan secara terbuka,” katanya.
PWDPI mendesak pemerintah kabupaten Sidoarjo, khususnya Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan, untuk segera mengevaluasi total kinerja SPPG Dukuh Tengah. Agus menegaskan bahwa pemerintah tidak boleh abai terhadap masalah ini.
“Jangan tunggu ada anak yang jatuh sakit baru ribut. Ini soal kesehatan generasi penerus bangsa. Kalau pengawasan lemah, maka program MBG yang seharusnya mulia justru bisa berubah jadi bencana,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak SPPG Dukuh Tengah belum memberikan keterangan resmi terkait menu basi yang dikeluhkan wali murid maupun sikap petugas yang menutup akses terhadap jurnalis.