HALOPOS.ID|PALEMBANG – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumsel kembali menegaskan pentingnya peran perempuan dalam menjaga integritas demokrasi melalui kegiatan bedah buku bertajuk “Srikandi Mengawasi Pemilu: Kisah Perempuan Pengawas Pemilu dalam Mengawasi Pemilu 2024”.
Kegiatan tersebut digelar pada Selasa, 5 Agustus 2025, di Royal PGC Golf Lounge, Jl. AKBP Cek Agus, 8 Ilir, Palembang.
Buku yang dibedah merupakan dokumentasi kontribusi nyata perempuan pengawas pemilu dari berbagai daerah di Indonesia selama pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024. Para perempuan ini dinilai memiliki posisi strategis dalam memastikan proses demokrasi berjalan jujur, adil, dan bermartabat.
Bawaslu menilai, pasca Pemilu 2024, dibutuhkan langkah konkret untuk terus mengangkat kiprah perempuan pengawas sekaligus memperkuat literasi kepemiluan di tengah masyarakat. Tujuannya adalah menumbuhkan kesadaran kritis, membuka ruang kolaborasi, serta mendorong partisipasi aktif perempuan dalam pengawasan pemilu di masa mendatang.
“Kegiatan perempuan tidak hanya mengawasi. Dalam forum diskusi ini, kita akan mendengar penulis, bagaimana mereka membawa suara perempuan,” ujar Lolly Suhenty, Anggota Bawaslu RI periode 2022–2027 saat membuka acara.
“Kita ingin bergerak dari wacana menjadi aksi, menciptakan sistem berkeadilan,” tambahnya.
Massuryati, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Sumsel, mengatakan bahwa masih sedikit perempuan yang terangkat menjadi penyelenggara pemilu.
“Keseimbangan antara laki dan perempuan harus kita imbangi,” katanya.
Dalam buku Srikandi Mengawasi, Massuryati menuliskan kisahnya sendiri dengan judul Menembus Atap Kaca dan Mengawal Partisipasi Aktif Perempuan dalam Pemilu dan Pilkada Sumatera Selatan.
“Bahkan ketika saya sudah menjalani seleksi yang rumit dan panjang, masih ada yang meragukan saya hanya karena saya perempuan. Bagaimana dengan perempuan lain yang tidak memiliki kesempatan untuk menuntut ilmu dan berkarir seperti saya? Apa yang mereka alami?” tuturnya.
“Motivasi masuk KPU kursi bisa nambah atau merubah kursi, ternyata tidak bisa,” ungkap Massuryati.
Sementara itu, Dr. Ida Budhiati, SH., MH., dosen Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara dan Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), menjadi salah satu narasumber dengan materi Lesson Learned Perempuan Pengawas Pemilu.
“Bahwa setiap orang mendapatkan kemudahan dalam mencapai keadilan,” ujarnya.
“Perempuan itu starting point-nya sama, karena sejarah lalu bahwa perempuan itu ada di belakang,” kata Ida.
“Buku ini menggambarkan benar bahwa konstitusi kita itu menjamin kemudahan,” jelasnya.
Namun menurutnya, permasalahan justru muncul dalam penerapan di lapangan.
“Dalam implementasinya, problemnya ada pada sub-sistem. Ini yang belum mempunyai komitmen,” tandasnya.
“Problem kita hari ini, bernegara secara teori adalah konstitusi. Bahwa penyelenggara tidak di atas hukum tapi di bawah hukum, bukan kehendak orang,” ujarnya.
“Tantangan perempuan memimpin adalah minimnya perempuan yang terpilih. Ruang publik itu bukan milik perempuan. Buku ini harus menjadi alat pengambil kebijakan ke depan,” tegas Ida.
Sementara itu, Weny Ramdiastuti, seorang jurnalis senior, memberikan perspektif dari sisi media.
“Sebagai jurnalis, bagaimana kita menyikapi agar tidak berat sebelah,” katanya.
“Media massa mainstream tapi terikut di sosial media. Media massa mainstream mengutip keinginan netizen,” tambah Weny.
“Dalam politik selalu berkawan, namun ada garis api dengan pemerintah. Namun tetap menjalankan bisnisnya,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti tulisan Ketut Ariyani, Anggota Bawaslu Bali, yang menurutnya sangat kuat secara metodologis dan emosional.
“Suatu hari di Jembrana, saya mendengar kabar tentang seseorang yang mengalami disabilitas mental. Dia meringkuk di sebuah kamar gelap. Tentu saja, rasa penasaran dan rasa ingin membantu, saya langsung membuncah. Maka saya datang dengan beras, uang, dan niat baik. Saat pintu kamar itu dibuka, aroma khas kamar pengap menyergap. Di sudut ruangan, sosok yang dipasung itu menatap saya. Jujur saya, jantung saya mau lompat! Namun ini tugas, bukan? Jadi saya ucapkan ‘Om Swastiastu!’ sambil berharap disambut dengan teriakan keras,” tutur Weny, mengutip tulisan Ketut.
“Tulisan Ibu Massuryati menjadi narasi yang sangat powerful tentang breaking barriers dan redefining. Narasi ini kemungkinan menggambarkan journey,” kata Weny.
Weny juga mengulas tulisan dari Dwi Endah Prasetyowati, Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur, berjudul Inovasi Rumah Data Bawaslu Jatim hingga Data Siber serta tulisan Umi Illiyina, Anggota Bawaslu DIY, yang membahas Inovasi Membangun Kolaborasi Strategis melalui kemitraan dengan komunitas untuk meningkatkan partisipasi dan dukungan sosial dalam pengawasan pemilu.(NT)