HALOPOS.ID|PALEMBANG – Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru menegaskan komitmennya untuk mendukung upaya pemerintah pusat dalam mencegah dan menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Hal ini disampaikan saat menerima audiensi Staf Khusus (Stafsus) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI, Rabu (1/10/2025).
Pertemuan berlangsung di Ruang Tamu Gubernur Sumsel dan membahas identifikasi, pencarian data, serta pengumpulan fakta peristiwa pelanggaran HAM berat di wilayah Sumsel. Gubernur menilai peran lembaga baru yang dibentuk Kemenkumham ini sangat strategis dan memiliki misi mulia.
Menurut Herman Deru, tugas lembaga tersebut bukan sekadar menyelesaikan catatan masa lalu, melainkan juga merancang langkah pencegahan agar hal serupa tidak terulang di masa depan. Ia menekankan pentingnya istilah peta jalan yang dipaparkan tim Staf Khusus Kemenkumham dalam audiensi tersebut.
“Lembaga ini sangat mulia. Saya tertarik dengan istilah peta jalan yang disampaikan tadi. Jadi tugas kita ke depan bukan hanya menyelesaikan masalah lalu, tetapi juga melakukan pencegahan agar hal serupa tidak terjadi lagi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Herman Deru menguraikan kondisi sosial budaya Sumsel yang dikenal sebagai daerah dengan label Zero Konflik. Hal ini didukung keberagaman masyarakat yang hidup rukun meski terdiri dari 9 suku asli dengan 17 bahasa daerah berbeda.
Ia menambahkan bahwa masyarakat Sumsel memiliki karakter keras, tetapi mudah diajak berunding. Konflik yang kerap muncul biasanya terkait masalah tanah, baik dengan perusahaan maupun antar warga. Namun, sebagian besar persoalan dapat diselesaikan secara musyawarah tanpa menimbulkan eskalasi besar.
“Orang Palembang itu sejatinya berwatak keras, tetapi mudah diajak berunding. Konflik di Sumsel rata-rata masalah tanah, dan biasanya bisa diselesaikan lewat musyawarah,” jelasnya.
Gubernur juga menyinggung soal konflik politik, baik pada momentum Pilkada maupun Pileg. Menurutnya, residu politik di Sumsel cenderung minim karena masyarakat lebih mengutamakan jalur ekonomi dibanding pertentangan.
“Sejarah mencatat Sumsel relatif minim catatan pemberontakan. Masyarakat lebih memilih berdagang ketimbang berkonflik,” paparnya.
Sementara itu, perwakilan Staf Khusus Kemenkumham RI Yosef Sampurna Nggarang menilai kondisi Palembang dan Sumsel cukup kondusif dalam aspek HAM. Meski demikian, pendataan tetap diperlukan untuk memastikan pemenuhan hak-hak masyarakat, khususnya terkait peristiwa 1965 dan 1998.
Yosef menegaskan bahwa Kemenkumham tengah menyusun peta jalan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Penyusunan dilakukan dari bawah, termasuk mengidentifikasi daerah dengan catatan sejarah HAM.
“Seluruh konflik kami data sesuai instruksi Pak Menteri. Penyusunan dilakukan dari bawah, mulai dari daerah-daerah yang memiliki catatan terkait peristiwa HAM di masa lalu,” ujarnya.
Pertemuan tersebut diharapkan menghasilkan pola kerja sama yang lebih jelas antara pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dapat dilakukan secara menyeluruh dan mencegah terulangnya konflik di masa depan.