Pemberantasan Narkoba di Sumsel Tak Pernah Surut

Dirnarkoba Polda Sumsel Kombes Heri Istu Hariono SSI
Dirnarkoba Polda Sumsel Kombes Heri Istu Hariono SSI

HALOPOS.ID|PALEMBANG – Ada banyak penyebab meningkatnya peredaran narkoba di Sumatera Selatan. Selain pangsa pasarnya yang besar, pintu masuk barang haram tersebut juga banyak mulai dari jalur darat, air hingga udara. Meski demikian upaya dari jajaran Reserse Narkoba Polda Sumsel untuk memberantas narkoba juga tak pernah surut.

“Barusan di awal bulan ini menangkap pengedar sabu bersama barang sitaannya sebesar 5 kilogram sabu dan 280 an lebih pil ekstasi. Dari jumlah itu saja kita bisa menyelamatkan setidaknya 50 ribu anak bangsa,” ungkap Direktur Reserse Narkoba Polda Sumsel, Kombes Pol Heri Istu Hariono SSI.

Dijelaskan Kombes Heri, saat ini Sumsel memang dikenal sebagai pangsa pasar kedua nasional dalam peredaran narkoba. Dimana ada sekitar 5 persen penduduk Sumsel yang telah pernah mencoba dan memakai narkoba. Namun persentase bukan menunjukkan kalau mereka pengguna aktif karena bisa saja mereka berstatus pernah menggunakan.

Ada beberapa penyebab mengapa peredaran narkoba ini cukup marak. Diantaranya, banyak jalur narkoba yang masuk ke Sumsel. Dari jalur darat, narkoba masuk lewat jalan lintas Sumatera mulai dari sepanjang perbatasan Jambi hingga masuk ke Sungai Lilin dan Banyuasin. Kemudian bisa lewat lintas tengah mulai dari Muratara, Musi Rawas dan Lubuklinggau. Jalur lintas Timur lewat jalur Bakauheni Lampung. Narkoba juga diselundupkan lewat jalur Bukit Barisan melalui Taman Nasional Kerincin Seblat (TNKS).

Dari jalur Sungai, narkoba masuk dari kawasan Perairan Sungsang, Banyuasin, Selat Bangka serta dibeberapa tempat lainnya.

“Bahkan saat kita melakukan penggerebekan, ternyata kawasan itu sudah dipagar dan digembok bandar. Sehingga saat kita bongkar pagarnya, warga sekitar situ senang karena mereka bisa lewat. Sementara bandarnya kabur,” terang mantan Kepala Badan Penanggulangan Narkona Nasional (BNN) Tangerang Selatan ini.

Sedangkan untuk jalur udara, narkoba diselundupkan lewat bandara. Namun frekuensi kini menurun karena faktor pandemik.

Dikatakan Heri Istu, selama dia menangani kasus Narkoba dalam rentang 15 tahun ini, ternyata peredaran Narkoba di Sumsel memiliki karakteristik tersendiri dan ada semacam permakluman dari masyarakat sendiri sehingga hal itulah yang membuat konsumsi narkoba meningkat. Selain itu ada pergeseran budaya atau kebiasaan salah di masyarakat.

“Acara hajatan keluarga saja, sekarang sudah pakai orgen tunggal remix. Kalau pake remix berarti pake narkoba dan itu disaksikan oleh anak-anak. Itu baru hajatan kecil, apalagi pesta perkawinan. Kebiasaan salah ini menyebar mulai dari Sumsel, Lampung, Jambi, Riau hingga Sumatera Utara. Sementara di Jawa, Kalimantan, music remix ini jarang dimainkan. Para pengedar juga menyasar anak-anak karena mereka mudah dipengaruhi,” ungkapnya.

Kebiasan lain yakni narkoba dianggap sebagai penambah stamina dalam bekerja. Dari ribuan pengguna narkoba yang diamankan 619 diantaranya bekerja sebagai buruh, 430 berstatus petani, 539 berstatus sebagai pengangguran, 340 karyawan swasta, 67 pelajar, dan 40 mahasiswa. Bahkan banyak nelayan yang ada di pesisir Sumsel menggunakan narkoba dulu sebelum melaut.

Selain itu sistem penjualan Narkoba yang dilakukan para pengedar tergolong rapi, hati-hati serta punya sasaran jelas. Dalam menjual mereka  menggunakan sistem penjualan terputus sehingga sulit terdeteksi dan melibatkan pihak keluarga mulai dari anak, istri hingga orangtua.

“Sasarannya juga banyak anak-anak. Kalau bisa mereka mencari anak lak-laki dari keluarga kaya dan anak tunggal. Penjualannya juga terputus, makanya banyak yang mengatakan kok bandarnya susah ditangkap karena memang terputus tapi kami tetap berusaha keras melakukan pengungkapan,” ucapnya.

Untuk mengatasi semua ini Polda Sumsel mencanangkan program Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD) yang melibatkan seluruh Polres di Sumsel dalam penanganan narkoba. Hasilnya, Reserse Narkoba Sumsel dalam 11 bulan terakhir berhasil mengamankan 250 kg lebih ganja plus 200 kg ganja hasil pengembangan Bareskrim, 97,3 Kg shabu,  dan 10 ribu butir lebih pil ekstasi.

“Dari jumlah itu setidaknya ada 6 juta jiwa lebih anak bangsa yang bisa diselamatkan dari Narkoba. Kami juga berterima kasih atas dukungan pemerintah Sumatera Selatan yang telah membantu peralatan dalam penanganan narkoba. Terus terang untuk biaya operasional  baik itu lidik maupun sidik butuh dan lebih dari Rp 5 miliar,” ucapnya. (**)

Laporan : Herry

Editor     : Hendra P