HALOPOS.ID|JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat fondasi sistem keuangan nasional dengan meresmikan pembentukan Departemen Pengaturan dan Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Keuangan Syariah, sekaligus membentuk Direktorat Pengawasan Perbankan Digital yang mulai efektif beroperasi pada 2026.
Langkah kelembagaan ini menjadi bagian dari strategi OJK dalam menjawab dinamika transformasi ekonomi, percepatan digitalisasi sektor jasa keuangan, serta kebutuhan pengawasan yang lebih adaptif dan terintegrasi guna menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa pembentukan departemen dan direktorat baru tersebut mencerminkan komitmen OJK dalam mendukung agenda pemerintah, khususnya dalam memperkuat UMKM dan mempercepat pengembangan keuangan syariah sebagai motor pertumbuhan ekonomi inklusif.
“Penguatan akses pembiayaan UMKM yang inklusif, pengembangan ekosistem keuangan syariah yang terintegrasi lintas sektor, serta pengawasan bank digital yang berbasis ketahanan digital menjadi fokus utama OJK untuk menjaga keseimbangan antara inovasi, stabilitas, dan perlindungan konsumen,” ujar Dian dalam acara peresmian di Jakarta, Jumat.
Dian mengungkapkan bahwa UMKM merupakan tulang punggung perekonomian nasional dengan kontribusi mencapai 99 persen dari total unit usaha dan menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja. Namun demikian, hingga Oktober 2025, penyaluran kredit kepada sektor UMKM tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,11 persen.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 19 Tahun 2025 tentang Kemudahan Akses Pembiayaan kepada UMKM. Regulasi ini mewajibkan perbankan dan Lembaga Keuangan Non-Bank (LKNB) menyediakan skema pembiayaan yang lebih inklusif, mudah diakses, dan terjangkau bagi pelaku UMKM.
Selain UMKM, OJK juga memperkuat pengembangan keuangan syariah melalui pembentukan Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS). Komite ini bertugas mengakselerasi pertumbuhan industri keuangan syariah agar berperan sebagai katalis ekosistem halal serta penguatan keuangan sosial syariah, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Di sisi lain, OJK merespons pesatnya pertumbuhan perbankan digital dengan membentuk Direktorat Pengawasan Perbankan Digital. Langkah ini diambil seiring proyeksi nilai ekonomi digital Indonesia yang diperkirakan mencapai USD 360 miliar pada 2030, sehingga membutuhkan fokus pengawasan yang lebih spesifik terhadap karakteristik risiko bank digital.
Menurut Dian, secara umum kinerja bank digital saat ini tergolong solid, tercermin dari tingkat permodalan (KPMM) yang berada di atas 30 persen serta rasio margin bunga bersih (NIM) yang mencapai 2,5 kali lipat rata-rata perbankan konvensional. Meski demikian, model bisnis bank digital memiliki risiko unik yang memerlukan pendekatan pengawasan berbeda.
OJK mencatat terdapat dua model bisnis utama bank digital, yakni bank digital dengan model bisnis mandiri (stand alone) yang memiliki ekosistem terbatas, serta bank digital yang bersinergi dengan lembaga jasa keuangan lain atau perusahaan teknologi besar (BigTech) melalui kemitraan ekosistem untuk memperluas basis nasabah.
Ke depan, OJK akan meningkatkan pengawasan bank digital tidak hanya berbasis rasio keuangan, tetapi juga mencakup kelancaran operasional layanan digital, tata kelola dan independensi pengurus bank, perilaku hubungan dengan nasabah, pemanfaatan media digital, hingga ketahanan dan keamanan sistem terhadap ancaman siber.
Pengalihan pengawasan ke dalam satu direktorat khusus ini diharapkan mampu menciptakan standar pengawasan yang setara (level playing field), sekaligus memberikan ruang inovasi yang sehat bagi bank untuk bertransformasi menjadi bank digital penuh maupun bank konvensional yang sedang melakukan digitalisasi.
















