News  

Masih Pagi Harga Minyak Sudah Melesat, Tak Takut Resesi?

Foto: Reuters
Foto: Reuters

HALOPOS.ID|JAKARTA – Harga minyak mentah dunia menguat pada perdagangan hari ini setelah longsor sepanjang pekan kemarin.

Pada Senin (19/9/2022) pukul 06.20 WIB harga minyak mentah Brent tercatat US$92,02 per barel, menguat 0,73% dibandingkan harga penutupan akhir pekan lalu. Sementara jenis light sweet. West Texas Intermediate (WT) naik 0,67% ke US$85,68 per barel.

Harga minyak mentah menguat didukung oleh tumpahan di kilang Basra, Irak. Hal ini membuat para pelaku pasar melihat akan mengganggu pasokan minyak mentah.

Penguatan ini menjadi awal positif bagi harga minyak yang sepanjang pekan lalu merosot. Harga minyak mentah Brent drop 1,6% dan WTI ambles 1,94% di sepanjang pekan lalu.

Harga minyak mentah terbebani oleh keperkasaan indeks dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot.

Dollar index (yang mengukur kinerja si greenback terhadap enam mata uang dunia lainnya) menguat 0,6% di sepanjang pekan ini dan melesat 15% di sepanjang tahun ini.

Harga minyak mentah yang dibanderol dengan greenback menjadi lebih mahal untuk pembeli yang memegang mata uang lain dan mengurangi permintaan terhadap si emas hitam tersebut.

Selain itu, bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga akan menggelar pertemuan untuk membahas kebijakan moneter terbarunya pada 21-22 September 2022, yang diprediksikan akan kembali menaikkan suku bunga acuannya untuk meredam inflasi yang meninggi.

Taruhan dari kenaikan suku bunga acuan tersebut adalah perlambatan ekonomi hingga resesi. Kala ekonomi lesu, konsumsi minyak mentah akan terdampak negatif. Saat permintaan turun, harga mengikuti.

Analis OANDA menilai bahwa harga minyak mentah masih berada di tren penurunannya karena potensi berkurangnya permintaan dari China yang masih berjibaku melawan gelombang baru virus Corona (Coronavirus Disease-2019,Covid-19).

“Fundamental minyak sebagian besar masih bearish karena prospek permintaan China tetap menjadi tanda tanya besar dan karena inflasi yang melawan Fed tampaknya siap untuk melemahkan ekonomi AS,” kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA. (**)

Editor : Herwan