HALOPOS.ID|YOGYAKARTA – Maraknya pelajar di Kota Yogyakarta membawa kendaraan ke sekolah menjadi sorotan akademisi pariwisata DIY, Dr. Damiasih, M. Par.
Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat anak didik atau pelajar membawa sepeda motor ke sekolah. Diataranya adalah faktor ekonomi, kesibukan orangtua, gaya hidup.
“Terjad karena tingkat perekonomian masyarakat meningkat. Kesibukan orang tua sehingga tidak ada waktu antar jemput. Gaya hidup anak muda seiring kemajuan teknologi sehingga banyak contoh-contoh kehidupan diluar yang dipertontonkan, namun belum tentu pas untuk kehidupan di lingkungan kita,” kata Damiasih yang juga tenaga pengajar di Kampus Stipram Yogyakarta itu, Minggu (4/5/2025).
Bahkan katanya, ada kontradiksi dalam masyarakat disatu sisi, orangtua melarang tetapi disisi lain anak berulah macam-macam bila tidak dibelikan sepeda motor.
“Ini sudah bukan rahasia lagi. Namun pada masa kini lebih geleng-geleng lagi kita kerena justru orangtua merasa bangga bila anak-anaknya yang masih usia SD pun sudah dimanja dengan kendaraan roda dua ini. Hal ini tidak mendidik, masa khitanan dikasih hadiah motor, bagaimana usia SMP dan SMA gak keterusan bermotor ria,” ungkapnya.
Damiasih mengajak para orangtua untuk intropeksi diri, apakah tolok ukur ekonomi mampu adalah dengan memberikan sepeda motor kepada anaknya.
“Kita hrs instropeksi dululah, apakah indikator ekonomi mapan harus dengan memberikan sepeda motor kepada anak-anak kita yang masih dibawah umur ? Tidakkah kita khawatir dengan resiko jatuh kecelakaan yang berakibat fatal ? Kita sendirikan yang menanggungnya,” benernya.
Fenomena ini lanjutnya, bila tidak disikapi dengan tegas oleh semua pihak maka selanjutnya akan menjadi budaya dan tentu akan menyumbang kemacetan di mana-mana dan lebih fatal jika bersinggungan dengan keselamatan nyawa anak-anak.
Upaya yang harus segera diambil adalah penanggulangan bersama, kolaborasi dan kerjasama semua pihak terkait antara lain, mengedukasi dan menyadarkan orangtua tentang bahaya yang bisa mengancam anak kita dijalanan.
Sosialisasi dari aparat seperti Polri tentang peraturan pengguna kendaraan bermotor. Kebijakan tegas dari Dindikpora tentang larangan penggunaan sepeda motor ke sekolah, karena faktor resiko kecelakaan dan usia masih di bawah umur.
“Disisi lain pemerintah harus memberikan solusi yang tepat dengan pengadaan angkutan sekolah murah, yang relevan sehingga tidak menyusahkan semua pihak ( orangtua, siswa,dan sekolah). Bila dikatakan semua akan kembali seperti di era thn 80 -90an, hal tersebut tidak masalah yang jelas banyak keuntungan dan hubungan humanis antar siswa dapat terjaga dan tentu mengurangi resiko tawuran karena tidak lagi ada kebut-kebutan, adu gengsi antar siswa,” imbaunya.
Pemerintah Jabar telah memberi contoh hal tersebut, akan tetapi semua tidak serta merta berjalan mulus, pasti akan ada evaluasi. Tetapi setidaknya sudah memberikan solusi dari berbagai hal yang disebabkan oleh banyaknya anak pelajar yang belum cukup umur tetapi sudah pada unjuk kekayaan/flexing yang kurang tepat.
“Semoga semua ini menjadi perenungan semua pihak dan bisa kembali mengangkat citra Yogyakarta sebagai kota pelajar dan bukan kota asap knalpot sepeda motor,salam istimewa!,” tandasnya. (SN)