Main Panggil Pimpinan RS, Ketua DPRD Sumsel Sentil Komisi V

Gedung DPRD Sumsel
Gedung DPRD Sumsel

HALOPOS.ID|PALEMBANG – Ketua DPRD Sumsel sentil Komisi V, main panggil pimpinan rumah sakit, terkait kasus jari bayi terpotong.

Sebagai pimpinan dewan, Hj RA Anita Noeringhati SH MH akan ajak Komisi V untuk berkunjung ke RS Muhammadiyah Palembang, sekaligus juga RSUP dr Mohammad Hoesin.

“Kita akan mengajak Komisi V cek langsung ke dua rumah sakit itu,” ucap dia.

Hal ini penting dilakukan, supaya DPRD Sumsel juga mendengar suara dari tenaga kesehatan yang ada di sana.

“Bagaimana suara dari dokter, perawat dan pegawai. Situasinya seperti apa, kok bisa sampai salah potong,” tegasnya.

“Kalau hanya pertemuan diundang ke Komisi V, yang hadir hanya para pimpinan saja. Kita mau tahu situasinya,” tandas Anita.

Keluhan-keluhan masyarakat terhadap pelayanan di rumah sakit, katany, sudah banyak muncul di banyak daerah.

Dua kejadian yang dialami pasien Rumah Sakit (RS) Muhammadiyah Palembang dan RSUP dr Mohammad Hoesin tentu mendapatkan perhatian serius dari DPRD Sumsel.

Ternyata, diluar masalah ini sudah banyak laporan dan keluhan masyarakat yang diterima para wakil rakyat.

“Ada banyak laporan (terkait layanan kesehatan) dari masyarakat yang saya terima,” kata Ketua DPRD Sumsel,  Hj RA Anita Noeringhati SH MH, Jumat, 10 Februari 2023.

Berkaca dari dua persoalan ini, dia minta semua rumah sakit melakukan penanganan kepada semua pasien secara profesional.

“Siapa pun pasiennya, layani dengan profesional. Tidak boleh pilih kasih,” tegasnya.

Rumah sakit maupun pusat layanan kesehatan lain wajib berikan pelayanan maksimal.

“Mereka yang datang dan berobat kan tidak gratis. Tiap bulan mereka bayar iuran BPJS,”  cetusnya.

Menurut Anita, keberadaan rumah sakit memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

“Di rumah sakit itulah, warga yang sakit minta pertolongan agar sembuh,” imbuh dia.

Sudah seharusnya ada pelayanan yang cepat, mudah, tidak berbelit-belit dan nyaman.

“Ada (dari rumah sakit) yang bicara kalau tidak mereka menangani, pasien akan mati.

Hal seperti ini tidak boleh terjadi. Bagaimana pun masyarakat datang ke rumah sakit agar penyakitnya segera tertangani,” paparnya.

Terkait masalah keluarga pasien dengan RS Muhammadiyah Palembang dan RSUP dr Mohammad Hoesin, Anita mengimbau dan menyarankan agar dapat diselesaikan secara baik-baik.

“Kalau memang bisa diselesaikan, tolong diselesaikanlah. Jangan sampai keluar ke mana-mana,” pintanya.

Sapri, warga Prabumulih punya pengalaman berobat ke sebuah RS di Palembang.

“Baru dipanggil nama kita oleh dokter setelah menunggu berjam-jam,” ujarnya.

Sementara Tanto, warga Sukajaya, Sukarami sudah paham betul kondisi kalau dia mau kontrol ulang pascaoperasi batu ginjalnya.

“Begitu jadwal kontrol, habis sudah waktu seharian. Tidak bisa kemana-mana lagi. Pergi pagi, pulang sore,” cetus dia.

Selain itu, pelayanan di rumah sakit tempatnya berobat, terkesan berbelit-belit.

“Saat harus cek darah dan radiologi, mau tidak mau kita pontang-panting. Mengecek mana yang duluan nama kita dipanggil. Apakah di tempat cek darah atau di radiologi,” bebernya.

Itu belum lagi akhirnya harus antre menunggu obat.

“Bisa lama lagi menunggu dipanggil. Bisa-bisa malam baru pulang. Kadang saya tinggalkan, besok baru ambil obatnya,” cetus Tanto.

Sebelumnya, untuk jadwal operasi juga dikeluhkannya.

“Menunggu sebulan, baru dapat giliran operasi,” tambahnya.

Keluhan lain datang dari Odi, warga Seberang Ulu  1.

Menurutnya, ada yang tidak sinkron dengan proses layanan di rumah sakit.

“Kita yang sudah pernah berobat disuruh daftar online. Lalu dapat jam untuk datang,” ungkapnya.

“Memang cepat prosesnya. Tapi yang lama nunggu nama kita dipanggil masuk ke ruangan dokter. Bisa 4-5 jam,” tuturnya.

Seharusnya manajemen rumah sakit bisa melihat kondisi pasien. Kalau memang ramai, bisa tambah dokternya, sehingga pelayanan bisa cepat.

“Kadang saya kasihan, lihat pasien yang duduk di kursi roda atau terbaring di bed, menunggu nama mereka dipanggil. Sedangkan selama menunggu harus menahan sakit,” ungkap Odi.

Terkadang dia heran ada pasien baru datang, tapi tak lama kemudian langsung dipanggil.

“Karena tidak ada nomor antrean, jadi kita tidak tahu. Tapi harusnya ini jadi perhatian rumah sakit,” sarannya.

“Kita ini walau di rumah sakit tidak bayar cash. Tapi kan tiap bulan bayar iuran BPJS,” tegasnya.

Dia berharap, dua kasus dan keluhan masyarakat yang terjadi belakangan bisa jadi bahan instrospeksi semua manajemen rumah sakit.

“Kalau sebenarnya pelayanan yang diberikan tidak baik-baik saja. Rumah sakit jangan marah, terima masukan karena itu demi kebaikan,” katanya.

“Artinya, masyarakat masih peduli dengan rumah sakit yang dikeluhkan,” cetusnya.

Abdul, pasien berkursi roda yang berobat ke salah satu rumah sakit di Palembang mengaku kesal selalu menunggu lama untuk bisa kontrol ulang dengan dokter.

“Pergi dari rumah jam 9 pagi, pulang ke rumah sudah pukul 17.00 WIB. Hitung sendiri berapa jam,” imbuhnya.

Cerita lain dari Hendra, warga Soak Simpur, mengeluhkan panjangnya antrean untuk fisioterapi di rumah sakit.

“Kalau daftarnya cepat, paling lima menit. Begitu masuk ke ruang fisioterapi, ada puluhan pasien yang menunggu giliran. Selesai-selesai sudah sore. Terapinya cuma setengah jam,” katanya.

Terpisah, M Ali, warga Lubuk Linggau juga mengalami lamanya berobat..

“Saya daftar pagi jam 9, siang baru ketemu dokternya. Pernah juga berobat ke poli paru. dokternya datang pukul 17.00 WIB. Selesai ambil obat di apotek sekitar pukul 19.00 WIB,” ucapnya

Penulis: Adi PEditor: Herwan