HALOPOS.ID\SIDOARJO – Polemik kelebihan siswa dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025/2026 di Kabupaten Sidoarjo akhirnya disorot serius oleh DPRD. Komisi D menegaskan agar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dispendikbud) tidak lepas tangan dalam persoalan ini, sekaligus menyelesaikannya secara humanis.
Persoalan ini mencuat setelah SDN Candi Pari 2 Porong menerima 42 siswa baru, padahal sesuai aturan pagu hanya boleh menampung maksimal 32 siswa. Akibatnya, 14 siswa terpaksa dipindahkan ke sekolah lain. Situasi ini sempat memicu keresahan wali murid hingga viral di media sosial.
“Pendidikan itu kebutuhan dasar. Jangan main-main dengan masalah ini. Negara harus hadir. Jangan sampai siswa merasa dikucilkan karena dipindah seenaknya,” tegas Ketua Komisi D DPRD Sidoarjo, Dhamroni Chudlori saat memimpin rapat koordinasi (Rakor) dengan Dispendikbud, Kamis (21/8/2025).
Nada Kepala Dinas Dinilai “Lepas Tangan”
Dalam Rakor yang juga dihadiri Kepala Dispendikbud Sidoarjo, Tirto Adi, sejumlah anggota dewan menilai pernyataannya terkesan melempar tanggung jawab. Tirto beralasan, permasalahan ini dipicu perubahan istilah dan sistem dari PPDB ke SPMB, serta mengaku sudah melakukan sosialisasi ke sekolah.
Minim Koordinasi, Siswa Jadi Korban
Komisi D menilai persoalan ini berawal dari lemahnya koordinasi. Baik antar sekolah, dengan Dispendik, dan DPRD . Akibatnya, anak-anak menjadi korban.
“Kalau memang animonya tinggi, seharusnya kepala sekolah bisa usul penambahan rombel. Itu sah dan justru menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah negeri. Jangan Sudah overload baru bingung cari solusi,” ujar Wakil Ketua Komisi D, Bangun Winarso.
Ia menegaskan, jarak pemindahan siswa juga harus jadi pertimbangan. “Kalau hanya 100 meter masih wajar. Tapi kalau sampai 2–3 kilometer, jelas memberatkan, apalagi bagi yang tak punya kendaraan,” tambahnya.
Dispendik Akui Lalai, Janji Sanksi
Kepala Dispendikbud Tirto Adi mengakui adanya kelebihan siswa di 11 sekolah negeri. Selain SDN Candi Pari 2, kasus serupa juga terjadi di SDN Kesambi yang kelebihan 14 siswa.
“Alhamdulillah sudah bisa diselesaikan. Beberapa siswa sudah dipindahkan ke sekolah terdekat dan wali murid sudah menerima,” ujar Tirto.
Ia menegaskan, pihaknya akan memberi sanksi berupa teguran kepada sekolah yang melanggar ketentuan penerimaan. “Awalnya teguran lisan, lalu peringatan tertulis,” imbuhnya.
Pengamat: Anak Bukan Barang
Meski permasalahan dianggap selesai, pengamat pendidikan Nadia Bafaqih menilai solusi pemindahan siswa bukanlah jawaban utama. Ia menekankan agar pemerintah tidak mengabaikan sisi psikologis anak.
Ia juga mendesak adanya perbaikan sistem menyeluruh dan permintaan maaf terbuka dari pihak sekolah maupun dinas.
“Anak-anak jangan diperlakukan seperti barang yang bisa dipindah sesuka hati. Dengarkan keinginan mereka, tanyakan di mana mereka merasa nyaman bersekolah. Itu hak anak dalam pendidikan,” tegas Nadia.
Saya berharap kepada Pemkab Sidoarjo ,agar membuat kebijakan memperluas pembangunan sekolah negeri gratis, karena hal tersebut merupakan bentuk investasi jangka panjang yang tidak hanya menekan biaya keluarga, tetapi juga meningkatkan kualitas SDM daerah.
“Dengan APBD Sidoarjo sebesar Rp5 triliun, mestinya pemerintah daerah menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama. Jumlah sekolah negeri, khususnya SD dan SMP, masih relatif minim dibandingkan dengan jumlah penduduk usia sekolah. Jika dibandingkan dengan Surabaya, Malang, atau Gresik, Sidoarjo sebetulnya jauh lebih mampu secara anggaran”. Pungkasnya.