Distribusi Pupuk Subsidi di Sumsel Tersendat

HALOPOS.ID|PALEMBANG – Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Selatan (PTPH Sumsel), R Bambang Pramono, mengakui ada kelangkaan pupuk bersubsidi dari alokasi pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian.

Kelangkaan ini disebabkan oleh jumlah alokasi pupuk yang terbatas dari pusat, atau jumlah permintaan tak sebanding dengan penyalurannya.

“Jumlah alokasi pupuk dari pusat untuk Sumsel ada 24 juta ton. Sedangkan penyalurannya sejauh ini baru 9 ton, atau 30 persen dari pupuk bersubsidi,” ungkap Bambang, Sabtu (13/11/2021).

Sebanyak 24 juta ton pupuk bersubsidi itu dialokasikan dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021. Menurut Bambang, pihaknya hanya menunggu pemerintah pusat agar segera menyalurkan pupuk bersubsidi mengingat akan memasuki musim tanam.

“Lambatnya penyaluran pupuk ini mengakibatkan kelangkaan di tingkat petani. Banyak yang tidak kebagian pupuk bersubsidi,” jelas dia.

Bambang mencatat, alokasi pupuk 2021 untuk jenis urea sejauh ini baru tersalurkan 81.216 ton dari alokasi 139.279 ton. Sedangkan untuk NPK baru 82.959 ton dari permintaan sebanyak 638,16 ton.

Kurangnya pupuk juga terjadi karena jumlah petani di Sumsel bertambah. Hal itu disadari saat proses pendataan secara online melalui Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian (Simluhtan) milik Kementerian Pertanian.

Faktor bertambahnya jumlah petani ini juga menjadi persoalan di lapangan, di mana jatah pupuk bersubsidi dikhususkan bagi petani yang sudah terdata sebelumnya.

“Jumlah petani di Sumsel bertambah sebanyak 128 ribu orang, dari sebelumnya 640 ribu menjadi 768 ribu orang,” ujar dia.

Sebagai acuan untuk pengalokasian pupuk bersubsidi, perlu data di sistem Elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Tani (E-RDKK) Kementerian Pertanian. Para petani diharapkan mendaftar hingga 15 dan 16 November. Hal ini ditujukan untuk alokasi pupuk subsidi di tahun depan.

Pihaknya mendorong Wali Kota serta Bupati di masing-masing wilayah segera menginformasikan ke petani di daerah mengenai sistem E-RDKK. Sejauh ini, baru sekitar 381.446 orang petani yang telah mendaftar pupuk subsidi pada 2022.

“Diharapkan perhatian dari kepala daerah supaya didorong untuk dipercepat. Sebab kalau petani tidak terdaftar di sistem itu, maka mereka tidak bisa menebus pupuk subsidi dan alokasi nanti tidak bertambah,” jelas dia.

Seorang petani di Banyuasin, Sulaiman (44), mengatakan jika dirinya tak terlalu mengharapkan pupuk bersubsidi dari pemerintah lantaran alokasinya yang lama. Mereka terpaksa menggunakan pupuk non subsidi saat masa tanam menggantikan pupuk subsidi.

“Pupuk subsidi paling dapat hanya dua karung, dengan kebutuhan yang bisa lebih dari itu. Untuk satu hektare (Ha) lahan saja membutuhkan enam karung,” ungkap dia.

Menurutnya, harga pupuk non subsidi dibanderol senilai Rp7.000 per kilogram atau lebih mahal sekitar Rp2.000-Rp3.000 dibandingkan pupuk subsidi. “Kondisi ini harus segera ada solusinya,” tutup dia. (RZ)

 

 

Editor: Hendra P