HALOPOS.ID|PALEMBANG – Kendaraan travel gelap menggunakan mobil pribadi di wilayah Sumatera Selatan cukup dominan. Bahkan, kendaraan berpelat hitam jumlahnya mencapai 95% jika dibandingkan dengan kendaraan resmi berpelat kuning.
Artinya, dari 100 kendaraan yang beroperasi ada 95 mobil travel gelap. Sisanya 5 unit kendaraan transportasi angkutan umum resmi dan berizin.
“Memang rata-rata angkutan transportasi antar kota dalam provinsi (AKDP) yang beroperasional dengan kendaraan pribadi di Sumsel travel gelap, kisarannya 90-95%. Dan mereka tak berizin makanya disebut travel gelap,” ujar Kepala Dinas Perhubungan Sumsel, Arinarsa JS menanggapi insiden kecelakaan travel di Musi Rawas (Mura), Minggu (26/5/2024).
Menurutnya, ada plus minus menggunakan travel gelap. Banyak masyarakat memanfaatkan transportasi tidak resmi itu karena dapat pelayanan lebih prima, seperti di antar jemput di depan rumah, memakai AC, lebih cepat berangkat dan sampai serta lainnya.
“Tapi, ketika terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti kecelakaan mereka (penumpang) tidak dapat asuransi. Sementara pakai kendaraan pelat kuning masyarakat akan ter-cover itu semua,” katanya.
Pihaknya, juga akan terus mendorong transportasi pelat kuning untuk terus meningkatkan pelayanan agar menjadi pilihan masyarakat. Juga mendorong pemilik kendaraan travel tak berizin dan komunitasnya untuk berbadan hukum.
“Apalagi mengurus OSS, NIB kan tak berbayar,” ungkapnya.
Arinarsa mengatakan pihaknya, sudah kerap mengimbau pemilik travel tak resmi untuk berbadan hukum. Hanya saja, mereka enggan dan lebih memilih jalankan usaha secara kucing-kucingan dengan petugas, baik itu dari kepolisian maupun Dishub di kabupaten/kota.
“Sudah sering kita gelar razia, tapi travel gelap ini beroperasi secara kucing-kucingan. Alasan mereka para penumpang itu adalah keluarga yang diantarkan ke suatu daerah. Mereka tidak pernah mengaku menjalankan usaha travel. Secara surat menyurat kendaraan mereka juga lengkap,” jelasnya.
Sementara terkait pengawasan fisik dan kondisi kendaraan transportasi resmi, dia menyebut itu sebagai bagian untuk menjamin keamanan dan keselamatan pengguna jasa transportasi. Jika tidak dilakukan, bisa jadi kendaraan tak laik jalan beroperasional.
“Kemudian soal tarif, sebenarnya transportasi kendaraan resmi dan ilegal bersaing. Kendaraan resmi rata-rata lebih terjangkau,” ujarnya. (MRS)