Covid-19 ‘Menggila’, Si Emas Hitam Ambles

Foto: Ilustrasi Tanker minyak VLCC terlihat di terminal minyak mentah di pelabuhan Ningbo Zhoushan, provinsi Zhejiang, Cina 16 Mei 2017. REUTERS / Stringer / File Photo
Foto: Ilustrasi Tanker minyak VLCC terlihat di terminal minyak mentah di pelabuhan Ningbo Zhoushan, provinsi Zhejiang, Cina 16 Mei 2017. REUTERS / Stringer / File Photo

HALOPOS.ID – Harga minyak mentah dunia berbalik turun sepanjang pekan ini, menyusul rilis data inventori minyak mentah di Amerika Serikat (AS), sebagai konsumen utama, yang lebih tinggi dari ekspektasi pasar.

Berdasarkan data Revinitif, harga kontrak berjangka (futures) minyak jenis Brent yang menjadi acuan Eropa (dan Indonesia) pada Jumat (8/10/2021) masih menguat 0,07% ke US$ 84,38/barel. Harga kontrak minyak West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi acuan di Amerika Serikat (AS) juga masih tumbuh, sebesar 0,9% menjadi US$ 83,57/barel.

Namun secara mingguan, Brent terhitung ambles 1,34% dari posisi pekan lalu US$ 84,61/barel. WTI juga melemah secara mingguan, sebesar 0,23% dari pekan lalu sebesar US$ 83,76/barel. Koreksi ini berbalik dari sepekan sebelumnya tatkala keduanya kompak menguat, masing-masing sebesar 0,79% dan 1,8%.

Sepanjang tahun berjalan, harga minyak telah melesat 62,9% untuk Brent dan 72,2% untuk WTI. Adapun sepanjang kuartal berjalan, yang juga berbarengan dengan periode bulanannya, kenaikan tercatat sebesar 7,5% untuk Brent dan 11,4% untuk WTI.

Koreksi tersebut terjadi di tengah rilis data inventori minyak mentah AS yang bertambah 4,3 juta barel pekan lalu, menurut data Departemen Energi AS. Angka itu jauh lebih buruk dari ekspektasi pasar yang mengantisipasi angka 1,9 juta barel. Namun, stok bensin turun 2 juta barel.

Di sisi lain, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (Organization of Petroleum Exporting Countries/OPEC) dan sekutu Rusia, yang sering disebut sebagai OPEC+, tak mengubah rencana menambah produksi hanya sebesar 400,000 barel per hari (bph) tiap bulan, mulai November. Mereka menolak memenuhi seruan untuk mempercepat laju kenaikan guna mengerem harga.

Seiring dengan masuknya musim dingin yang mulai menerpa belahan bumi Utara, konsumsi energi pun bakal terus menguat sehingga memberikan landasan tambahan bagi penguatan harga dalam waktu dekat sekalipun pemerintah mulai mengurangi kebijakan moneter longgar.

Namun merebaknya kembali Covid-19 di Eropa dan China memicu kekhawatiran bahwa optimisme seputar pemulihan ekonomi dunia, yang bisa mendongkrak harga minyak mentah, masih terlampaui dini.

Faktor pemicu lonjakan harga energi utama dunia tersebut bakal tertuju pada problem pasokan listrik berbasis energi terbarukan di Eropa dan China. Jika masih berlanjut, maka konsumsi energi fosil tersebut bakal meningkat dalam jangka pendek.

Editor: Hendra P