Berlari Terlalu Kencang, Rupiah Terpleset Juga

HALOPOS.ID – Rupiah pada pekan lalu menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga menyentuh level terkuat dalam dua bulan terakhir. Namun, akibat berlari terlalu kencang, rupiah akhirnya terpleset di awal perdagangan Senin (15/8/2022).

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,1%. Depresiasi bertambah menjadi 0,24% ke Rp 14.700/US$ pada pukul 9:10 WIB.

Sebelumnya pada pekan lalu rupiah melesat lebih dari 1,5% ke Rp 14.665/US$ yang merupakan level terkuat sejak 13 Juni lalu. Dengan penguatan tajam tersebut, tentunya memicu koreksi teknikal.

Pekan lalu, indeks dolar AS yang merosot nyaris 1% setelah inflasi di Amerika Serikat melandai membuat rupiah perkasa.

Inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) pada Juli 2022 tumbuh 8,5% secara tahunan (year on year/yoy), melandai dibandingkan pada Juni yang tercatat 9,1% (yoy).

Dengan inflasi yang mulai melandai, bank sentral AS (The Fed) diperkirakan tidak akan lebih agresif lagi dalam menaikkan suku bunga. Dolar AS pun jeblok.

Di sisi lain, investor asing kembali mengalirkan modalnya ke dalam negeri. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menunjukkan pada Agustus hingga tangga 11 tercatat capital inflow di pasar obligasi sekitar Rp 14 triliun.

Sementara di pasar saham, pada periode 1 – 12 Agustus terjadi inflow sekitar Rp 1,5 triliun. Sehingga total inflow sekitar Rp 15,5 triliun.

Pasar kini menanti rilis data neraca perdagangan Indonesia. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juli akan mencapai US$ 3,81 miliar.

Surplus tersebut melandai dibandingkan yang tercatat pada Juni yang tercatat US$ 5,09 miliar.

Sejumlah lembaga mengatakan surplus mengecil karena melandainya harga minyak sawit mentah (CPO). Ekspor CPO dan produk turunannya berkontribusi sekitar 15% dari total ekspor Indonesia. Naik turunnya harga CPO tentu berdampak besar kepada kinerja ekspor.

Namun, lonjakan harga batu bara pada bulan lalu akan menopang ekspor Juli.

“Secara month to month,ekspor akan turun sebesar 2,1%. Hal ini terkait dengan koreksi harga komoditas ekspor terutama CPO,” tutur ekonom Bank Danamon Irman Faiz dikutif, Senin (15/8/2022)

Jika neraca perdagangan kembali mencatatkan surplus pada Juli, artinya Indonesia sudah membukukan surplus neraca perdagangan selama 27 bulan beruntun. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *