INDONESIA – Setelah sempat melambung, harga batu bara nyungsep lagi. Masa depan batu bara memang suram, karena sumber energi ini bakal ditinggalkan.
Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 151,95/ton. Ambles 3,06% dibandingkan sehari sebelumnya.
Pada 3 November 2021, harga si batu hitam sempat melesat 14,33%. Namun itu ternyata hanya fatamorgana karena langsung turun lagi sehari sesudahnya.
Setelah reli panjang, kini harga batu bara berada dalam tekanan. Selama seminggu terakhir, harga komoditas ini anjlok 11,84%. Dalam sebulan ke belakang, harga ambrol 38,98%.
Konferensi perubahan iklim yang berlangsung di Glasgow (Skotlandia) membawa kabar buruk bertubi-tubi buat batu bara. Dalam konferensi tersebut, sejumlah negara mempertebal komitmen untuk menyelamatkan bumi dan meninggalkan energi fosil yang kotor secara bertahap.
Indonesia, India, Filipina, dan Afrika Selatan bergabung dalam program transisi batu bara menuju energi baru dan terbarukan. Empat negara ini menyumbang 15% dari total emisi batu bara dunia.
“Perubahan iklim adalah tantangan global yang harus diatasi oleh selruruh pihak dengan kepemimpinan berdasarkan aksi,” sebut Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, seperti dikutip dari Reuters.
Program transisi dari batu bara itu disebut Accelerating Coal Transistion (ACT) yang digagas oleh Climate Investment Funds (CIF). Target ACT adalah beralh dari batu bara dan membatasi kenaikan iklim dunia maksimal 1,5 derajat celcius pada 2030.
Untuk melancarkan transisi tersebut, negara-negara yang tergabung dalam ACT akan mendapatkan dana bantuan yang berasal dari Amerika Serikat (AS), Inggris, Jerman, Kanada, dan Denmark. Pemerintah Denmark, misalnya, bersedia ‘patungan’ DKK 100 juta (Rp 222,71 miliar).
“Kita harus memiliki rencana yang berkelanjutan untuk tidak lagi menggunakan pembangkit listrik bertenaga batu bara. Contoh, kita harus memastikan lapangan kerja alterntif,” kata Jeppe Kofod, Menteri Luar Negeri Denmark, sebagaimana diwartakan Reuters.
Mafalda Duarte, Chief Executive CIF, menyatakan batu bara adalah sumber energi dengan emisi yang sangat tinggi. Ini bertentangan dengan masa depan dunia yang mengarah ke ramah lingkungan.
“Pasar sudah bergerak ke arah yang benar. Namun transisi belum cukup cepat untuk merespons krisis iklim,” tegas Duarte, seperti diberitakan Reuters.
Kabar semacam ini terus berseliweran dari Glasgow dan menjadi sentimen negatif bagi batu bara. Well, sepertinya masa depan batu bara memang hitam legam seperti warnanya.