PALEMBANG – Wacana tol sungai untuk angkutan batu bara di Sumatra Selatan (Sumsel), kembali dibahas setelah tertunda selama enam tahun. Kajian ulang dilakukan PT Batubara Mandiri setelah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel membatasi pengiriman batu bara melalui jalur darat.
“Tol Sungai Lematang ditujukan untuk mengurangi aktivitas pengangkutan batu bara dari jalur darat. Kerja sama pengelolaan tol sungai sedang dibahas dengan pihak ketiga, yakni PT Batubara Mandiri,” ungkap Plt Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Sumsel, Ari Narsa, Rabu (3/11/2021).
Menurut Ari, penggunaan tol sungai tidak hanya dikhususkan untuk angkutan batu bara. Nantinya, tol sungai bisa digunakan untuk angkutan perkebunan seperti hasil sawit, kayu, dan lainnya.
“Hasil bumi apapun bisa diangkut lewat tol sungai. Nantinya, sungai dengan kategori kelas 2 akan dikelola alurnya agar bisa dilintasi kapal berukuran 100 gross tonnage (GT),” jelas dia.
Jika tol sungai ini dilaksanakan, maka dipastikan banyak sungai mendapat normalisasi, mulai dari pengerukan bagian dangkal hingga pelebaran areal. Normalisasi dimaksudkan agar kapal bertonase besar dapat melintas.
“Tikungan sungai yang tadinya berkelok akan dikelola agar bisa membuat perjalanan kapal menjadi lancar,” jelas dia.
Selama ini, pengangkutan batu bara dan hasil bumi lainnya melalui jalur sungai sudah dilakukan. Namun kurang diminati karena biaya yang dikeluarkan cukup besar. Kondisi ini terjadi akibat sedimentasi sungai yang mengakibatkan perjalanan melalui sungai menjadi cukup lama.
“Saat kemarau biasanya mengalami pendangkalan, sehingga banyak kapal yang kandas. Sementara saat hujan airnya menjadi terlampau tinggi dan membuat kapal kesulitan melintasi jembatan di sepanjang sungai,” tutur dia.
Untuk mewujudkan tol sungai, masih banyak perizinan yang harus diurus seperti AMDAL dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta rekomendasi teknis dari Kementerian PUPR. Bagi pemerintah daerah, jalur tol sungai akan membuat pengelolaan sungai lebih terpelihara.
“Pengelolaan tol sungai juga akan menguntungkan daerah dari penarikan retribusi tol. Jadi bakal ada pemasukan baru bagi daerah untuk APBD,” jelas dia.
Kepala Pemerintahan dan Otonomi Daerah sekaligus Sekretaris Badan Koordinasi Kerjasama Daerah (BKKSD) Sumsel, Sri Sulastri mengatakan, aktivitas pelarangan angkutan batu bara menggunakan jalur umum sudah diatur Pergub nomor 74 tahun 2018.
“Suatu keuntungan bagi pemprov dalam hal pengembangan daerah, tinggal bagaimana nanti pembagiannya. Mungkin juga bisa meningkatkan PAD dan menguntungkan masyarakat sekitar pinggiran sungai dalam mengembangkan UKM, setidaknya bisa turut memberikan modal bagi mereka,” jelas dia.
Menurut Sri, UU Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020 tentang kemudahan yang harus diberikan kepada investor, turut mendorong wacana ini bergulir kembali. Beberapa kajian telah dibahas bersama pihak ketiga mengenai tol sungai. Pihaknya akan mempelajari serta menimbang rencana tol sungai lebih jauh.
“Mereka punya kajian-kajian seperti rencana pembangunan pelabuhan dan pengerukan sungai maupun potensi lainnya. Selanjutnya, kita tinggal melihat potensi kerja sama. Karena regulasi kerja sama itu ada yang masuk dalam pembangunan layanan publik, ada kerja sama aset, dan juga kerja sama investasi. Untuk itu, akan dikaji lagi oleh tim BKKSD agar tidak salah,” tutup dia. (RZ)