JEMBER  

Selain Asupan Gizi, Perkawinan Anak Jadi Penyebab Kasus Stunting di Jember 

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Regar Jeane Dealen Nangka
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Regar Jeane Dealen Nangka

HALOPOS.ID|JEMBER – Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur gencar melakukan pencegahan perkawinan anak guna menekan angka stunting.

Perwakinan anak menjadi salah satu penyebab utama anak stunting. Selain itu, juga karena faktor asupan gizi yang kurang memadai.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Regar Jeane Dealen Nangka menjelaskan pernikahan dini menjadi salah satu penyebab anak stunting.

“Jadi stunting tidak hanya karena persoalan asupan gizi,” kata dia Rabu (18/6/2025).

Menurut dia, DP3AKB mendorong seluruh stakeholder bersinergi menyelesaikan masalah tersebut secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Regar menjelaskan berdasarkan Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, disebutkan bahwa anak-anak atau warga yang belum mencapai usia 18 tahun tidak diperbolehkan untuk menikah.

Meski terdapat pengecualian sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Prosedur Dispensasi Kawin (Diska), namun adanya SE Bupati Jember tidak melonggarkan kebijakan tersebut.

Dia mengatakan setiap calon pengantin yang mendaftarkan pernikahan ke Kantor Urusan Agama (KUA) wajib melaporkan ke kecamatan untuk selanjutnya diarahkan mengikuti bimbingan perkawinan.

“Upaya ini dilakukan sebagai bentuk edukasi agar para calon pengantin memahami tanggung jawab dan kesiapan berkeluarga, termasuk aspek kesehatan reproduksi serta pengasuhan anak,” papar dia.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Jember yang diterima hingga April 2025, jumlah anak yang mengalami stunting di Jember mencapai 9.573 jiwa.

Angka tersebut masih cukup tinggi dan menjadi perhatian serius Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) di daerah ini.

Sementara itu, Kabid Keluarga Berencana DP3AKB Jember, Diana Ruspita Kumala Sari, menyampaikan bahwa penanganan stunting tidak bisa dilakukan secara sektoral saja, mengingat banyak faktor yang memengaruhi.

Ia menilai stunting ini tidak berdiri sendiri karena multifaktor yang menyebabkan terjadinya stunting. Salah satunya memang pernikahan anak.

Menurut dia, seluruh kebijakan dan program intervensi harus saling mendukung dan berkelanjutan, mulai dari pemberian gizi, penguatan edukasi kesehatan, hingga manajemen data yang valid.

“Segala upaya baik itu dari pemberian gizi kemudian dari segala kebijakan, manajemen data itu semua berpengaruh kepada intervensi yang nantinya bisa berpengaruh terhadap turunnya angka stunting,” tambahnya.

DP3AKB juga terus memperkuat koordinasi dengan berbagai instansi terkait, termasuk Dinas Kesehatan dan Kementerian Agama, agar program bimbingan pranikah dan pendampingan keluarga bisa berjalan maksimal.

Komitmen Pemerintah Kabupaten Jember untuk menurunkan angka stunting menjadi bagian dari upaya menyelamatkan generasi masa depan.

Dengan menyasar akar persoalan seperti perkawinan anak, diharapkan akan lahir generasi yang lebih sehat, cerdas, dan berkualitas.

Penulis: SupriadiEditor: Herwanto