HALOPOS.ID|JAKARTA – Komisi pemberantasan korupsi (KPK), meminta kepada Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk mengefisiensikan pengelolaan dana haji.
Hal itu disampaikan KPK dalam rapat evaluasi terkait progres implementasi rencana aksi penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH), Jumat 27 Januari 2023.
Dalam pertemuan tersebut dihadiri Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Kepala BPKH Fadlul Imansyahdi.
Menurut Nurul Ghufron, pertemuan ini merupakan bagian dari kewenangan lembaga antirasuah untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sebagaimana tertuang dalam pasal 9 UU Nomor 30 Tahun 2002 jo UU Nomor 19 Tahun 2019.
“Setelah memitigasi risiko dan melakukan kajian terhadap tata kelola penyelenggaran haji, pertemuan ini, kami bersama-sama Kementerian Agama dan BPKH mengimplementasikan progres atau hasil dari rencana aksi BPIH ini,” ucap Ghufron.
Selain itu, Ghufron meminta Kemenag dan BPKH harus tetap menindaklanjuti rekomendasi yang belum terlaksana.
Diantaranya terkait Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.
KPK meminta Kementerian Agama untuk menyelaraskan kedua undang-undang tersebut.
Sebelumnya, KPK juga telah menyelesaikan asistensi implementasi atas rencana tindakan perbaikan yang dilakukan Kementerian Agama dan BPKH pada periode 2020 hingga 2022.
“Oleh karena itu, KPK merasa perlu hadir untuk membantu dari sisi kebijakan dan regulasi anggaran haji yang masih bisa disederhanakan Kemenag melalui BPKH. Rekomendasi yang telah diberikan KPK akan menjadi pertimbangan dalam memenuhi prinsip keadilan dan keberlangsungan dana haji,” jelas Ghufron.
Deputi Bidang Pencegahan dan Pemantauan KPK Pahala Nainggolan menambahkan, dari kajian tersebut diperlukan harmonisasi regulasi dan hubungan kelembagaan antara BPKH dengan Kementerian Agama.
KPK akan terus memberikan pendampingan pelaksanaan seluruh rencana aksi di Kementerian Agama dan BPKH.
Di sisi lain, terdapat permasalahan dimana kinerja penempatan dan investasi belum optimal sehingga keuntungan yang diperoleh belum optimal.
Selain itu, pemilihan Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS-BPIH), pengelola nilai manfaat berpotensi rawan korupsi karena tidak semuanya melalui proses lelang melainkan berdasarkan permintaan.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas juga mengungkapkan bahwa proses kenaikan biaya haji merupakan bentuk empati dan simpati kepada calon jamaah agar memiliki pembiayaan yang adil dan berkelanjutan.
Terkait komposisi BPIH, Yaqut menjelaskan BPIH terdiri dari dua komponen biaya, yakni Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dan Nilai Manfaat.
“BPIH ini ditanggung jamaah, sedangkan Nilai Manfaat dibayarkan pemerintah melalui BPKH,” kata Yaqut.
Kepala BPKH Fadlul Imansyah menjelaskan, ada pertumbuhan aset sekitar Rp20 triliun akibat tidak adanya pemberangkatan haji pada 2020 dan 2021 saat pandemi Covid merebak.
Kemudian, pada tahun 2022, Fadlul mengatakan alokasi dana yang digunakan sebagai nilai manfaat atau subsidi sebesar Rp. 6 triliun dengan kuota haji saat itu hanya 50 persen.
Artinya, jika pada 2023 kuota menjadi kuota penuh 100 persen atau sekitar 200 ribu calon jemaah, maka total nilai manfaat yang harus diberikan sekitar Rp 12 triliun, jelas Fadlul.
Dengan demikian, pada 2024 ada sekitar Rp 9 triliun yang harus diambil dari dana pengelolaan utama, dengan asumsi biaya manfaat masih Rp 12 triliun tanpa ada kenaikan BPIH.
Berdasarkan perhitungan tersebut, usulan komposisi biaya yang ditanggung jemaah dan penggunaan nilai manfaat (NM) adalah 70:30 atau ditanggung jemaah sebesar Rp 69,19 juta (30 persen).