Bjorka Bikin Pemerintah RI Ketar-ketir, Rupiah Bakal Ambrol?

Foto: Bjorka (Tangkapan Layar via Twitter @bjorkanisme)
Foto: Bjorka (Tangkapan Layar via Twitter @bjorkanisme)

HALOPOS.ID|JAKARTA – Rupiah pada pekan lalu sukses menguat 0,45% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.628/US$. Indeks dolar AS sebelumnya menyentuh level tertinggi lebih dari 20 tahun terakhir di 110,78, tetapi berbalik melemah 0,48% sepanjang pekan lalu, mampu membuat rupiah menguat.

Pergerakan indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut masih akan mempengaruhi rupiah di pekan ini, apalagi Selasa (13/9/2022) besok ada rilis data inflasi Amerika Serikat (AS).

Gubernur The Fed, Christoper Waller pada Jumat lalu mengatakan ia memperkirakan suku bunga akan dinaikkan 75 basis poin di bulan ini. Selain itu, Waller mengatakan keputusan The Fed kini seharusnya sangat tergantung dari rilis data, bukan proyeksi ke depannya.

Hal ini membuat rilis data inflasi di AS menjadi penting untuk diperhatikan.

Sementara itu dari dalam negeri, ulah hacker Bjorka yang melakukan peretasan membuat pemerintah ketar-ketir, dan bisa memberikan sentimen negatif ke pasar finansial. Pasalnya, Bjorka juga mengajak masyarakat untuk menggunakan ‘Topeng Bjorka’ untuk ikut dalam revolusinya. Momennya terjadi pasca pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertelite dan Solar yang memicu demo besar-besaran. Jika masyarakat terpancing ajakan Bjorka, maka dikhawatirkan stabilitas dalam negeri bisa terganggu.

Nama ‘Bjorka’ muncul terkait peretasan data dari Indonesia sejak Agustus lalu. Selain peretasan data Kominfo, Bjorka mengklaim telah mengakses dokumen rahasia milik Badan Intelijen Negara (BIN) yang dikirimkan ke Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR berada bawah di rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50) yang berada di kisaran Rp 14.890/US$ – Rp 14.900/US$.

MA 50 merupakan resisten kuat yang menahan pelemahan rupiah. Sehingga selama bertahan di bawahnya, rupiah berpeluang menguat.

Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian sudah bergerak turun dari wilayah jenuh beli (overbought).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

Artinya, selama belum mencapai oversold, ruang penguatan rupiah masih terbuka cukup besar.

Support terdekat berada di kisaran Rp 14.800/US$, jika level tersebut ditembus dengan konsisten rupiah berpeluang menguji support kuat berada di kisaran Rp 14.730/US$, yang merupakan FibonacciRetracement61,8% pekan ini.

Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Sementara itu resisten terdekat berada di kisaran Rp 14.860/US$. Jika dilewati, rupiah berisiko menguji kembali MA 50.

Penembusan dengan konsisten ke atas level tersebut berisiko membawa rupiah melemah lebih jauh menuju Rp 14.940/US$ – Rp 14.950/US$. (**)