Pakai Uang Cina, Tetangga RI di Warning Bangun Kereta Cepat

Peresmian proyek kereta cepat Laos-China. (REUTERS/PHOONSAB THEVONGSA)
Peresmian proyek kereta cepat Laos-China. (REUTERS/PHOONSAB THEVONGSA)

HALOPOS.ID – Laos kini memiliki kereta cepat pertama di kawasan Asia Tenggara. Ini bahkan mendahului Indonesia.

“Saya bangga dengan impian rakyat Laos telah terwujud,” kata Presiden Laos Thongloun Sisoulith Heralded, dikutip dari France 24, awal pekan lalu. “Ini adalah era baru modern infrastruktur,” tambahnya.

Kereta cepat ini memiliki panjang mencapai 414 km yang menghubungkan kota di perbatasan China Boten di tenggara China ke ibu kota Laos, Vientiane. Panjang lintasan ini hampir tiga kali panjang Kereta Cepat Jakarta Bandung yang hanya 150 km.

Waktu perjalanan dari dari dua kota itu hanya memakan waktu kurang dari 4 jam jika dibandingkan dengan angkutan darat selama 15 jam. Proyek kereta cepat ini bagian dari merupakan bagian dari mega proyek China “Belt and Road Initiative (BRI)” atau jalur sutra China yang tembus hingga Singapura.

Mengutip laporan Bank Dunia, China juga memegang 70% saham usaha patungan kereta cepat yang didirikan pada tahun 2015 ini, dengan total investasi mencapai US$ 6 miliar (atau sekitar Rp 82 triliun). Ini setara 1,3 kali lipat dari total investasi negara yang dikeluarkan pada tahun 2018.

Dampak ekonomi yang dihadirkan dengan keberadaan jalur kereta itu diyakini akan besar. Karena membuat jalur logistik antara negara yang dilewati jalur BRI semakin dekat sehingga ongkos logistik semakin kecil.

“Potensi tourism juga semakin besar,” tulis laporan itu.

Namun pembukaan proyek ini memberikan kekhawatiran. Analis ekonomi menyebut bahwa Laos bisa mengalami kesulitan dalam membayar kembali proyek itu kepada Beijing.

Mengutip AFP, dalam laporan Asian Development Bank Institute (ADB) menilai, Laos dirasa memiliki pasar yang sangat kecil untuk membangun sebuah kereta cepat. Bila memang proyek ini tidak menghasilkan keuntungan yang ditargetkan, pajak tambahan mungkin akan dibebankan kepada masyarakat untuk membayar utang ini.

“Layanan utang itu akan menambah tekanan pada kemampuan pemerintah untuk menaikkan pajak yang terbatas,” tulis Jonathan Andrew Lane dikutip Selasa (21/12/2021).

Hal senada juga dikatakan AidData, sebuah laboratorium penelitian di Universitas William & Mary, Amerika Serikat (AS). AidData menyebutkan bahwa Laos memiliki utang tersembunyi kepada China dengan pembentukan usaha patungan kereta cepat kedua negara.

Utang tersembunyi ini akan muncul bila proyek ini tidak seperti yang ditargetkan. Utang, yang mengikat tiga perusahaan BUMN China dan satu perusahaan Laos, itu ditaksir bernilai US$ 3,54 miliar.

“Jika tidak cukup menguntungkan, antara 0-100% dari total US$ 3,54 miliar utang dapat menjadi kewajiban pembayaran kembali Pemerintah Laos”, kata AidData memperingatkan.

Untuk diketahui spesifikasi kereta ini mampu berjalan dengan kecepatan 160 kilometer per jam untuk kereta penumpang, sementara 120 kilometer per jam untuk kereta barang. Kereta ini memiliki 10 stasiun penumpang dan 22 stasiun barang.

Sebelumnya, isu gagal bayar utang China juga menghantui sejumlah negara. Pekan lalu, Uganda  dilaporkan tersandung ‘jebakan’ utang China dan terancam kehilangan Bandara Internasional Entebbe, satu-satunya bandara internasional yang menangani lebih dari 1,9 juta penumpang per tahun.

Namun Uganda dikatakan tengah berusaha mengubah perjanjian pinjamannya dengan China. Ini untuk memastikan bandara internasionalnya dan sejumlah aset tidak hilang karena gagal bayar (default).

Menurut laporan Gulf News yang melansir Bloomberg, perjanjian itu dibuat tahun 2015. Negara itu meminjam US$ 200 juta (sekitar Rp 2,8 trilliun) dari Bank Export-Import (EXIM) China untuk memperluas bandara Entebbe. (**)

Editor : Herwanto.