SUMSEL  

Program Perhutanan Sosial Dimanfaatkan Oknum Broker

Program perhutanan sosial dimanfaatkan oknum broker. (Foto: Ilustrasi/Ist)
Program perhutanan sosial dimanfaatkan oknum broker. (Foto: Ilustrasi/Ist)

HALOPOS.ID|PALEMBANG – Sejak bergulirnya Program Perhutanan Sosial, banyak pengusaha atau badan usaha maupun perorangan yang sudah menanam kebun kelapa sawi. Dimulai pada tahun 2014 di Kawasan Hutan Lindung, berlomba lomba mengajukan izin Pengelolaan Perhutanan Sosial yang mengatasnamakan Kelompok Tani Hutan (KTH).

Berdasarkan penelusuran Society Corruption Investigation (SCI), sudah tak terhitung berapa banyak KTH yang telah mengajukan Permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial.

KTH itu hanya berkamuflase atau akal-akalan semata. Sesungguhnya, yang mengajukan itu pengusaha atau perorangan yang sudah menanam sawit di kawasan hutan lindung dengan jumlah ratusan hektare dan sudah berlangsung lama, bahkan sudah menghasilkan,” ujar Ketua SCI, Asmawi, Senin (6/6/2022).

Menurutnya, untuk melegalkan perkebunan kelapa sawit di kawasan Hutan Lindung tersebut diajukan proposal permohonan persetujuan perhutanan sosial yang akan menggarap kawasan hutan yang mengatasnamakan petani hutan.

Program yang digulirkan Presiden itu banyak dimanfaatkan oleh oknum yang menawarkan diri untuk mengurus izin ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Oknum yang mengurus izin itu bertindak sebagai broker dengan meminta imbalan yang mencapai ratusan juta rupiah,” katanya.

Menurut Asmawi, oknum yang bertindak sebagai broker tersebut juga selalu menggandeng Ketua KTH yang juga sebagai pemilik kebun sawit untuk membawa proposal permohonan izin perhutanan sosial langsung ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Sebagai tindak lanjut Pengajuan Permohonan KTH, Kementerian Lingkungan Hidup telah membentuk Tim Verifikasi Teknis yang terdiri dari beberapa unsur. Dan dari hasil verifikasi tim teknis sebagian besar KTH yang mengajukan itu bukan berasal dari desa setempat dan hanya merupakan pekerja kebun,” ucapnya.

Selain itu, kata Asmawi, terdapat kebun sawit milik perorangan yang luasnya mencapai ratusan hektare yang telah mengajukan permohonan pengajuan perhutanan sosial, namun ditolak untuk dipertimbangkan oleh tim verifikasi. Ada juga dikeluarkan izinnya, meski berada di kawasan hutan lindung.

“Di Sumsel, ada sebanyak 58 KTH yang mengajukan permohonan persetujuan perhutanan sosial pada tahun 2021 lalu. Seperti dari Kabupaten Banyuasin, ada 14 KTH yang mengajukan Permohonan. Setelah dilakukan verifikasi hanya ada beberapa KTH yang dikeluarkan izinnya,” katanya.

Dijelaskan Asmawi, sebetulnya pihak yang mengajukan itu pemilik kebun perorangan yang menggarap hutan lindung sejak lama dengan luas ratusan hektare.

“Contohnya seperti KTH Mulya Makmur yang berlokasi di Desa Bunga Karang, Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin. Setelah dilakukan verifikasi, ternyata anggota KTH ini bukan warga Bunga Karang, melainkan sebagai pekerja kebun di sana. Dari Verifikasi itu juga, ternyata areal yang diajukan adalah kawasan hutan lindung yang sudah ditanami Kelapa Sawit,” katanya.

Begitu juga dengan KTH Tunas Berkah di wilayah yang sama, lanjut Asmawi, ada  kebun dengan luas ratusan hektare ternyata merupakan milik oknum dosen sebuah universitas di Palembang.

Menurut Asmawi, beberapa KTH yang mengajukan permohonan Persetujuan Perhutanan Sosial itu sesungguhnya hanya pinjam nama. Lahan yang diajukan ratusan hektare diduga merupakan lahan perorangan yang berada di Kawasan Hutan Lindung.

“Program pemerintah untuk membantu petani yang melakukan aktifitas di dekat Kawasan Hutan Lindung atau terlanjur menggarap Hutan Lindung dimanfaatkan oknum untuk meraup keuntungan. Di satu sisi, pemilik kebun yang menggarap hutan lindung berupaya melegalkan usahanya dengan ikut Program Perhutanan Sosial. Di sisi lain ada oknum yang bertindak sebagai broker,” kata Asmawi. (DD)

Editor : Herwan