HALOPOS.ID – Persoalan tenaga kerja kini melanda sebagian besar dunia. Dari Malaysia, Australia, Amerika Serikat, hinge Jepang, semuanya bergelut dengan ‘kiamat’ tenaga kerja.
Pekerja menjadi sulit ditemukan. Pandemi Covid-19 menjadi salah satu penyebabnya, yang menyebabkan pembatasan pekerja dan menurunnya minat bekerja di beberapa sektor terutama kesehatan termasuk manufaktur.
Namun hal sedikit berbeda terjadi di China. Penduduk muda negara itu justru menghadapi ‘kiamat’ pekerjaan.
Dalam laporan CNN International, tingkat pengangguran kaum muda telah mencapai level tertinggi tahun ini. Pada Maret, angkanya mencapai 15,3% dan pada April berada di level 18,3%.
Angka ini pun terus naik untuk beberapa bulan. Di Juli angkanya mencapai 19,9%.
“Tingkat turun sedikit menjadi 18,7% pada bulan Agustus, tetapi masih tetap di antara yang tertinggi,” tutur Biro Statistik Nasional China, dikutip Selasa (20/9/2022).
Menurut data CNN populasi pemuda perkotaan sebesar 107 juta. Persentase ini sendiri berarti menunjukkan ada 20 juta orang berusia 16 hingga 24 tahun yang tidak memiliki pekerjaan.
Sayangnya belum ada data yang mengukur pemuda pedesaan.
“Ini tentu saja merupakan krisis pekerjaan terburuk bagi kaum muda di China dalam lebih dari empat dekade,” ujar rekan senior Yayasan Jamestown di Washington D.C., Willy Lam.
“Pengangguran massal merupakan tantangan besar bagi Partai Komunis. Memberikan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas pekerjaan adalah kunci legitimasi Partai.”
Mengapa?
Tingginya angka pengangguran ini sendiri terjadi tatkala beberapa perusahaan teknologi China mulai melakukan perampingan dalam organisasinya. Raksasa e-commerce Alibaba baru-baru ini mengurangi tenaga kerjanya lebih hingga dari 13.000 dalam enam bulan pertama tahun ini.
“Ini adalah pengurangan terbesar dalam jumlah karyawan sejak Alibaba terdaftar di New York pada 2014,” menurut data laman yang sama.
Tencent, raksasa media sosial dan game, melepas hampir 5.500 karyawan dalam tiga bulan hingga Juni. Ini adalah kontraksi tenaga kerja terbesar dalam lebih dari satu dekade terakhir.
“Pentingnya pemotongan industri teknologi terbaru ini tidak dapat diremehkan,” kata analis senior China di Foundation for Defense of Democracies, Craig Singleton.
Singleton menyebut krisis pekerjaan ini dapat merusak ambisi Presiden Xi Jinping. Xi diketahui ingin mengubah negara itu menjadi pemimpin inovasi dan negara adidaya teknologi global dalam dua hingga tiga dekade mendatang.
“Pemotongan terbaru ini merupakan ancaman ganda bagi Beijing ke depan. Tidak hanya ribuan orang yang tiba-tiba kehilangan pekerjaan, tetapi sekarang raksasa teknologi China ini akan memiliki lebih sedikit karyawan yang memenuhi syarat untuk membantu mereka berinovasi dan meningkatkan skala untuk menghadapi pesaing Barat mereka,” tambahnya.
“Ada pepatah di kalangan bisnis bahwa ‘jika Anda tidak tumbuh, Anda sekarat,’ dan kebenaran sederhana itu mengancam untuk melemahkan ambisi teknologi China yang lebih luas,” jelasnya lagi.
Ramai Berhemat & Ekonomi China
Sementara itu, sulitnya pekerjaan kini membuat ramai warga muda China berhemat. Mengutip Reuters, banyak anak muda kini menerapkan frugal living.
Ini terjadi sejak sejak pandemi Covid-19 melanda dunia. Namun menurunnya gaji juga mempengaruhi termasuk minimnya pekerjaan.
“Saya tidak lagi perawatan manikur, saya tidak menata rambut saya lagi. Saya telah membeli semua kosmetik buatan China (karena harganya yang murah),” kata Doris Fu.
“Dulu saya juga suka menonton dua film setiap bulan, tetapi saya belum pernah masuk ke bioskop sejak pandemi,” imbuh Fu, yang juga merupakan penggemar berat film.
Dari data yang dikumpulkan oleh perusahaan rekrutmen online Zhilian Zhaopin, gaji rata-rata di 38 kota besar China turun 1% dalam tiga bulan pertama tahun ini. Akibatnya, beberapa anak muda lebih suka menabung daripada berbelanja secara royal.
Memang penjualan ritel di China naik hanya 2,7% year-on-year pada Juli, pulih menjadi 5,4% pada Agustus. Tetapi angka itu masih jauh di bawah level sebagian besar 7% plus selama 2019, sebelum pandemi.
Melihat survei triwulanan terbaru bank sentral China, People’s Bank of China (PBOC), hampir 60% orang sekarang cenderung untuk menabung lebih banyak, daripada mengkonsumsi atau berinvestasi lebih banyak. Angka itu 45% tiga tahun lalu.
Rumah tangga China secara keseluruhan menambahkan 10,8 triliun yuan dalam tabungan bank baru dalam delapan bulan pertama tahun ini. Itu naik dari 6,4 triliun yuan pada periode yang sama tahun lalu.
Ini menjadi masalah bagi pembuat kebijakan ekonomi China. Karena Beijing telah lama mengandalkan peningkatan konsumsi untuk mendorong pertumbuhan. (**)