HALOPOS.ID|PALEMBANG -Bupati Musi Banyuasin (Muba) nonaktif Dodi Alex menyampaikan nota pembelaan (pledoi) dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (23/6).
Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Yoserizal SH., MH., dari layar monitor Dodi Reza membacakan pledoi sebanyak 17 halaman atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK 10 tahun 7 bulan terkait kasus dugaan korupsi fee proyek di PUPR Muba tahun 2021.
Dirinya merasa sangat keberatan atas dakwaan bahwa dirinya turut serta menerima sejumlah aliran dana atau fee proyek dari Dinas PUPR Kabupaten Muba, terlebih lagi terhadap tuntutan pidana jaksa KPK yang dia nilai sangat tidak mendasar. Selain itu, Dodi Reza juga dituntut membayar denda sebesar Rp1 miliar dan uang pengganti Rp2,9 miliar, serta hak politiknya dicabut selama 5 tahun.
Dodi secara tegas membantah telah menerima aliran dana dari sejumlah kontraktor di Muba sebagaimana tertuang dalam tuntutan JPU.
Diantaranya uang yang dia bantah yakni Rp270 juta dari OTT KPK di Kabupaten Muba bersamaan dengan ditangkapnya Herman Mayori Kadis PUPR Muba dan Eddy Umari, Kabid SDA PUPR Muba. Serta uang sebesar Rp.1,5 M yang menurut KPK bersumber dari dana tidak jelas.
“Demi Allah, tuduhan itu tidak benar. Selain tidak jelas kepada siapa diberikan, juga kapan diberikan dan dalam mata uang apa. Seolah-olah semua uang yang ada pada saya atau keluarga itu berasal dari perbuatan haram,” katanya.
Dilanjutkannya, bahwa uang Rp1,5 miliar tersebut bukan dari hasil pemberian kontraktor di Muba. Melainkan uang dari sang ibu untuk membayar jasa pengacara untuk menangani perkara hukum yang sedang dihadapi ayahnya.
“Tuntutan 10 tahun sungguh kejam. Kalau memang uang haram, pasti akan saya sembunyikan dan tutup-tutupi. Tidak mungkin saya menyuruh ajudan saya untuk datang ke Gedung KPK dengan membawa uang tersebut,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menuntut mantan Bupati Musi Banyuasin (Muba), Dodi Reza Alex Noerdin dengan hukuman 10 tahun 7 bulan penjara atas perkara dugaan penerimaan aliran dana fee proyek di Dinas PUPR Muba tahun 2021.
JPU KPK, Meyer Simanjuntak mengatakan, pertimbangan yang memberatkan tuntutan terhadap Dodi Reza dikarenakan selama persidangan dia tidak mengakui perbuatan serta memberi keterangan yang berbelit-belit.
Sikap itu berbeda dengan dua terdakwa lainnya yakni Herman Mayori Kadis PUPR Muba dan Eddy Umari, Kabid SDA PUPR Muba.
“Dodi juga sama sekali tidak mengembalikan kerugian negara dan tidak kooperatif. Sedangkan Herman dan Eddy Umari mengembalikan itu (kerugian negara),” ujarnya saat ditemui setelah sidang dengan agenda tuntutan di Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (16/6/2022).
Dijelaskan dalam tuntutan, Dodi Reza disebut telah menerima suap sebesar Rp.2,9 miliar. Untuk itu terhadapnya, JPU KPK juga menuntut agar hak politiknya dicabut terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.
“Pencabutan hak politik karena kami menilai kasus ini terjadi secara bersama-sama dan berkelanjutan, makanya kami juga menuntut agar hak politik terdakwa Dodi dicabut. Hal ini diharapkan bisa menjadikan efek jera ataupun pengingat bagi yang lain agar tidak melakukan hal serupa,” ujarnya.
Sedangkan terkait keberadaan uang Rp.1,5 miliar dalam OTT yang diakui Dodi Reza bersumber dari sang ibu dan keluarganya sebagai uang untuk membayar biaya pengacara sang ayah, KPK dengan tegas membantahnya. Menurut KPK uang itu bersumber dari dana yang belum jelas alias tidak diketahui.
“Maka dari itu kami meminta uang tersebut dirampas untuk negara karena berdasarkan fakta persidangan sumbernya tidak jelas. Kami berkesimpulan uang itu berbeda dengan yang ditarik di bank,” ujarnya. (MD)
Editor : Herwan.