Diduga Desak Pelunasan dan Akan Lelang Jaminan Debitur, Ini Kata BRI Unit Wukirsari

Debitur SL saat membayar angsuran di BRI Wikursari, Bantul. (Foto : Rajwali Mas)
Debitur SL saat membayar angsuran di BRI Wikursari, Bantul. (Foto : Rajwali Mas)

HALOPOS.ID|BANTUL – Pihak PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Kantor Cabang Pembantu (KCP) Unit Wukirsari diduga mendesak salah seorang debiturnya berinisial SI, warga Jatirejo, Mukirsari, Imogiri, Bantul, untuk segera melunaskan pinjaman senilai Rp.281.332.106,-.

Ironisnya, bank milik BUMN yang beralamat di Jalan Imogiri Tim, Blawong I, Trimulyo, Kec. Jetis, Bantul, itu diduga mengancam debiturnya, dan akan melakukan pelelangan terhadap agunan atau jaminan berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) No.03532. Hingga akhirnya, SI meminta bantuan aktivis lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat Rajawali Mas.

“Saya percayakan kepada lembaga ini, untuk mendampingi saya berhadapan dengan pihak BRI. Maklum pak, saya kurang faham cara mengatasinya. Saya berkeinginan mempertahankan agunan saya di bank. Saya masih koperatif, dan berniat membayar. Tetapi pihak bank selalu mengancam saya, bila tidak dibayar, maka agunan saya akan dilelang,” kata SI saat dikonfirmasi, Jumat (31/1/2025) di BRI Wukirsari.

Sementara itu, aktivis lembaga Rajawali Mas, Krisna Triwanto, dan Darsono meminta pihak BRI meninjau kembali terkait pinjaman SI, dikarenakan usaha yang dilakoni SI mengalami penurunan omset.

“Kami mememinta waktu atau reschedule ulang terkait tentang pembayaran pinjaman, dikarenakan usaha klien kami sedang mengalami penurun omset. Klien kami juga meminta pihak BRI menangguhkan selama enam bulan angsuran,” kata Krisna yang mengaku telah melayangkan surat resmi lembaganya ke pihak BRI Wikursari.

Sayang, pihak BRI Wikursari kata Krisna, terkesan mengabaikan surat tersebut. Bahkan, tidak menyerahkan surat Akad atau surat perjanjian, kepada debiturnya.

“Kita telah layangkan surat resmi, karena kita dari lembaga mendapatkan kuasa khusus untuk mendampingi debitur atau konsumen SI. Kami layangkan surat pemberitahuan hukum dengan Nomor ; 02 / PH / YPK RM / 02 / 2024, tertuju ke Kacab BRI Unit Wikursari. Bahkan, pihak BRI juga tidak menyerahkan berkas Akad Kredit, print out piutang. Pihak BRI meminta kami layangkan surat permohonan untuk hal ini,” ungkap Krisna.

Pihak lembaga Rajawali Mas juga telah mendatangi BRI, guna klarifikasi dan mencari solusi terhadap permasalahan hutang SI. Dari hasil klarifikasi itu, diduga ditemukan sejumlah kelalaian dari pihak BRI. Dari informasi yang diterima, dalam kurun waktu dua tahun, SI mendapatkan top up kredit senilai ratusan juta rupiah.

“Kami ingin meminta riwayat kredit SI di BRI, karena dalam waktu dua tahun, SI bisa mendapatkan kredit up sebanyak tiga kali. Yaitu, tahun 2018 meminjam 100 juta, di tahun 2019 mendapatkan pinjaman 200 juta rupiah,dan semuanya belum lunas sudah bisa top up kembali senilai 250 juta rupiah. Kami meminta agar klien kami ditangguhkan dulu angsurannya, karena usaha sedang pailit,” beber Krisna.

Kemudian, pada bulan November 2024 , SI mendapat surat somasi dari pihak bank tertanggal 14 November 2024. SI diminta melunaskan seluruh hutangnya, dan berdasarkan perhitungan tertanggal 31 Oktober 2024, SI mempunyai hutang pokok senilai Rp.222.899.639,-. Dengan bunga senilai Rp.58.432.467,- dan total mencapai Rp.281.332.106,-.

“SI diminta untuk melunasi selambat- lambatnya dalam waktu 7 hari, dan jika SI ini tidak dapat menyelesaikan melunasi keseluruh kewajibannya pembayaran kredit, maka kreditur akan menindaklanjuti penyelesaian kredit melalui penjualan dan / atau lelang terhadap agunan kredit, sesuai ketentuan yang berlaku. Maupun melalui saluran hukum kepada Jaksa Pengacara Negara, kepada Kejaksaan Negeri, atau gugatan kepada Pengadilan Negeri,” jelasnya.

Selanjutnya, pihak lembaga Rajawali Mas pun melayangkan kembali bersurat, yang isinya meminta pihak BRI untuk restrukturisasi menurun.

“Kita surati atas somasi itu, dan meminta restrukturisasi menurun dan penangguhan angsuran, mulai mengangsur pada awal tahun. Dikarenakan usaha konsumen kami mengalami pailit, dan tidak ada omset, dan akan membuka usaha baru kembali,” kata Krisna.

Masih kata Krisna, SI juga mengalami dugaan intimidasi dari pihak BRI, meski SI tetap membayar cicilan.

“SI diduga mengalami intimidasi dibuktikan dengan datangnya pihak BRI, dan mengatakan jika tidak dilunaskan, maka agunan akan dilelang secepatnya. Padahal, dimasa tersebut konsumen kami proaktif, artinya tetap membayar uang angsuran semampunya, dikarenakan usaha yang baru mulai berjalan,” ujar Krisna.

Krisna menambahkan, pihak BRI dianggap tidak bisa dikonfirmasi, baik secara lisan maupun tertulis. Setelah didesak, akhirnya Kacab BRI Wikursari, Rizki, menerima kedatangan para aktivis lembaga Rajawali Mas dengan debitur.

“Kami datang ke BRI karena permintaan konsumen untuk mendapatkan kepastian hukum. Kita berikan pendampingan dan sampaikan bahwa angsuran kali ini hanya sebesar dua juta lima ratus ribu rupiah.”

“Oleh BRI, debitur SI telah termasuk sebagai konsumen macet. Sehingga tidak bisa direstrukturisasi kembali, angsurannya diterima dan diminta mengajukan surat permohonan kembali,” ujarnya.

Terkait hal itu, wakil ketua lembaga Rajawali Mas, Darsono menyayangkan sikap BRI dengan menawarkan kembali pinjaman secara terus menerus.

“Jika sudah ada kemacetan di awal, mengapa kembali ditawarkan atau top up pinjaman, yang berakibat debitur tidak mampu membayarnya. Secara umum, paling tidak hutang pertama sekali lunas dulu, kemudian mengajukan kembali. Seharusnya, BRI sebagai bank milik BUMN bisa mengedepankan kebijaksanaan seperti meminjamkan uang saat usaha yang ditekuni mengalami penurunan omset,” ungkapnya.

“Bukan malah saat usahanya berkembang, kemudian BRI menawarkan pinjaman lagi, bahkan naik dari pinjaman sebelumnya. Ini yang membuat debitur seperti terjebak, dan memaksakan debitur harus memilih pilihan dari pihak bank. Belum lagi, yang menjadi hak debitur seperti surat akad kredit yang kunjung tidak diserahkan,” sambungnya.

Darsono menerangkan, ketika konsumen tidak dijelaskan dan diserahkan surat perjanjian seperti akad kredit, dan tidak dihadapkan notaris, serta tidak dibacakan perjanjian kredit itu, maka batal demi hukum.

“Kepala BRI yang juga tidak bisa menghargai penerima kuasa, dibuktikan dengan tidak mau memberi data perjanjian kredit,riwayat kredit, perjanjanjian asuransi dengan dalil beliau mau ngasih langsung ke debiturnya. Nyatanya hingga saat ini debitur belum menerimanya,” ujarnya.

Menurut Darsono, dilihat dari asas kemanusiaan dan asas kemanfaatan, Pihak BRI diduga telah menakuti-nakuti bahwa agunan akan dilelang, tanpa diberi waktu untuk bisa mengangsur, sesuai kemampuan debiturnya.

LPKSM YPK Rajawali Mas, menyatakan secara resmi dari segi Undang Undang Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999 pada pasal 1, yakni perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi keperlindungan kepada konsumen. Dan di Pasal 44 ayat 3 huruf D, membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya, termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen.

BRI diduga telah melanggar hak konsumen, sesuai pasal 4, huruf E, yakni hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan / atau jasa.

Terkait itu, lembaga Rajawali Mas akan bersurat ke Kemendag Dirjen Tertib Niaga dan Perlindungan Konsumen, Badan Perlindungan Konsumen Nasional, OJK, Disperindag DIY, BPSK, ORI.

“Kami berharap agar semua konsumen jadi konsumen yang cerdas, kritis dan berani bersuara untuk keadilan konsumen,masyarakat pada umumnya,” pungkasnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kacab BRI Wikursari, Rizki membenarkan bahwa debitur melakukan penunggakan pembayaran terhadap hutang. Pihaknya menegaskan, akan melakukan procedural, bila debitur tidak mampu membayar hutang. Bahkan, agunan juga akan dilakukan pelelangan, dikarenakan ketidakmampuan debitur menyelesaikan hutangnya.

“Agunan yang dijaminkan dapat disita dan terpaksa dilelang apabila terjadi wanprestasi atau debitur tidak mampu memenuhi kewajiban. Perlu diketahui bahwa debitur memiliki kewajiban untuk membayar tagihan dan beritikad baik dalam proses pelunasan,” kata Rizki, Sabtu (1/2/2025).

Lanjutnya, bank telah mengirimkan Surat Peringatan (SP) sebanyak 3 (tiga) kali dan debitur harus memberikan itikad baik terhadap proses pelunasan.

“Kita sudah layangkan surat peringatan sebanyak tiga kali. Maka, debitur harus segera membayarkan tunggakannya.

Ketika debitur dinilai tidak memiliki itikad baik, maka agunan akan disita untuk pelunasan. Dalam hal ini bank akan memberikan opsi berupa debitur menjual sendiri agunannya atau melalui mekanisme lelang oleh Bank.

“Proses lelang dilakukan secara terbuka oleh Bank. Adapun mekanismenya mungkin berbeda untuk setiap lembaga. Bisa juga debitur sendiri yang menjualnya,” pungkasnya. (SN)