BI Diramal Setop Naikkan Suku Bunga! Gembira atau Waspada?

HALOPOS.ID|JAKARTA – Pelaku pasar mulai berekspektasi Bank Indonesia (BI) akan melonggarkan kebijakan moneter agresifnya dengan menahan suku bunga acuan pada bulan ini.

BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pada Rabu dan Kamis (18-19 Januari 2023).

Konsensus pasar terbelah antara yang memproyeksikan kenaikan suku bunga acuan dan yang memperkirakan bank sentral akan menahan suku bunga acuan.

Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, 10 lembaga/institusi memperkirakan bank sentral akan mengerek mengerek BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 menjadi 5,75%.

Sebanyak tiga institusi/lembaga memproyeksi BI akan menahan suku bunga di level 5,50%.

Sebagai catatan, BI sudah mengerek suku bunga acuan sebesar 200 bps pada periode Agustus-Desember 2022 menjadi 5,50%.

Suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility ada di 6,25%.

BI bahkan secara agresif menaikkan suku bunga sebesar 50 bps selama tiga bulan pada September, Oktober, dan November 2022.  Kenaikan suku bunga sebesar 200 bps adalah yang paling agresif sejak 2005.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan BI akan mempertahankan suku bunga acuannya pada level 5,50% pada bulan ini sejalan dengan melandainya inflasi umum dan inti.

Sebagai catatan, inflasi umum tercatat 5,51% (year on year/yoy) pada 2022 sementara inflasi inti 3,36% (yoy). Laju inflasi tahun lalu jauh di bawah proyeksi sebelumnya yakni di kisaran 6-7%.

“Selain terkendalinya inflasi, kinerja dolar Amerika Serikat (AS) terhadap mata uang utama, cenderung terkoreksi sehingga mendorong penguatan rupiah,” tutur Josua,

Josua menambahkan nilai tukar rupiah juga diperkirakan akan menguat sejalan dengan rencana revisi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan operasi moneter valas BI.
Transaksi berjalan juga diperkirakan masih akan surplus pada tahun ini akan menopang rupiah.

“Meskipun demikian, BI masih memiliki ruang untuk menaikkan suku bunga sekitar 50-75 bps hingga akhir tahun ini sekiranya risk-off sentiment di pasar keuangan global cenderung meningkat kedepannya,” imbuh Josua.

Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution juga memperkirakan BI akan menahan suku bunga acuan pada bulan ini seiring dengan melonggarkan kebijakan moneter bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

The Fed tampaknya tidak akan menaikkan bunga agresif setelah inflasi di AS makin menurun. Ini membuat rupiah makin menguat. Ditambah inflasi yang tetap terkendali membuat BI tetap stay di level sekarang,” ujar Damhuri

Rupiah menguat tajam sebesar 2,63% dalam sepekan terakhir setelah pasar berekspektasi The Fed akan melonggarkan kebijakan moneternya. Ekspektasi menguat setelah inflasi AS melandai dari 6,5% (yoy) pada Desember 2022 dari 7,1% (yoy) pada November.

Sementara itu, ekonom Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan BI masih akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps.

“Kami masih melihat ruangan peningkatan bunga acuan seiring dengan potensi (meningkatnya) inflasi inti dan kenaikan suku bunga The Fed yang akan berlanjut meski pada fase yg lebih lambat,” tutur Irman.

Inflasi inti masih bisa meningkat karena pemulihan ekonomi serta meningkatnya permintaan menjelang Ramadhan pada April mendatang.

Ekonom BCA David Sumual melihat peluang BI menaikkan suku bunga sebesar 25 bps atau menahan suku bunga di level 5,50% sama besarnya.

Menurutnya, BI masih perlu menaikkan suku bunga acuan untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed. Namun, ekspektasi inflasi yang lebih rendah serta menguatnya rupiah  bisa menjadi pertimbangan BI untuk menahan suku bunga.

“(Peluangnya) 50:50 dengan pause dulu. Inflasi lebih rendah dari ekspektasi, rupiah menguat tapi Fed mungkin akan naikkan rate,” ujarnya.

Editor: Herwan