HALOPOS.ID|PALEMBANG – Di Tengah derasnya perkembangan teknologi dan budaya digital, dunia anak-anak dipenuhi oleh berbagai tren permainan baru. Mulai dari permainan daring hingga mainan sederhana yang viral di media sosial, semuanya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Namun, apakah tren ini hanya sebatas hiburan? Jika ditelaah lebih dalam, permainan justru menjadi sarana penting untuk menumbuhkan jiwa kreatif anak-anak sejak dini.
Permainan bukan sekedar aktivitas pengisi waktu luang. Di dalamnya, tersimpan potensi besar untuk mengasah imajinasi, berpikir kritis, serta kemampuan berinovasi. Saat seorang anak bermain, sebenarnya mereka sedang belajar memahami aturan, mengambil keputusann, dan menciptakan strategi.
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2021), permainan merupakan bagian penting dari proses perkembangan kognitif anak. Melalui bermain, anak membangun pengetahuan mereka tentang dunia di sekitarnya secara alami dan menyenangkan.
Contohnya, Ketika sebuah mainan viral seperti clay art atau DIY slime muncul, banyak anak mencoba membuat versi mereka sendiri. Tanpa disadari, mereka belajar mencampur bahan, memperkirakan tekstur, dan melakukan eksperimen kecil yang menumbuhkan rasa ingin tahu. Inilah bentuk pembelajaran kreatif yang sesunngguhnya.
Fenomena permainan popular dapat dijadikan bahan telaah di sekolah. Guru dapat mengajak siswa untuk menganalisis asal-usul, fungsi dan nilai yang terkandung dalam suatu tren permainan. Misalnya, alih-alih hanya bermain Rubrik’s Cube, siswa dapat diajak memahami prinsip logika dan pola matematis di baliknya.
Pendekatan ini membantu siswa untuk berpikir reflektif dan kritis terhadap hal-hal yang mereka sukai. Dengan begitu, proses belajar tidak terasa kaku, melainkan tumbuh dari pengalaman nyata yang relevan dengan dunia mereka.
Selain itu, pembelajaran berbasis permainan juga dapat meningkatkan kolaborasi. Anak-anak bisa berdiskusi, membuat aturan permainan baru, bahkan memodifikasi permainan menjadi karya yang lebih menarik dan bermakna.
Pendidikan abad ke-21 menuntut siswa untuk tidak hanya pintar secara akademik, tetapi juga adaptif, kolaboratif, dan inovatif. Pemanfaatan permainan sebagai media belajar memberikan ruang bagi siswa untuk berkreasi tanpa tekanan.
Guru berperan sebagai fasilitator yang membimbing siswa menemukan makna belajar dari hal-hal yang mereka alami. Pembelajaran semacam ini bukan hanya membentuk pengetahuan, tetapi juga karakter seperti rasa ingin tahu, tanggung jawab, dan keberanian untuk mencoba hal baru.
Namun, tantangan terbesar terletak pada cara pandang kita terhadap permainan. Banyak orang tua atau pendidik masih menganggap bermain sebagai kegiatan yang tidak produktif. Padahal, justru melalui bermainlah kreativitas dapat tumbuh secara alami dan jauh lebih efektif dibandingkan pembelajaran yang hanya berfokus pada hafalan.
Permainan bukan sekedar alat hiburan, tetapi jendela menuju dunia imajinasi dan inovasi. Dengan menelaah dan memanfaatkan permainan dalam konteks pendidikan, kita dapat menumbuhkan generasi muda yang kreatif, mandiri, dan berdaya cipta.
Sudah saatnya sekolah dan keluarga bekerja sama dalam menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Karena di balik setiap tawa saat bermain, tersimpan benih-benih kecerdasan dan kreativitas yang akan tumbuh menjadi kekuatan besar di masa depan.
Penulis: Sinaria; Dr. Esti Susiloningsih, S. Pd., M. Si; Dwi Cahaya Nurani, M. Pd.
















